Menu
Tampilkan postingan dengan label parentwins. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label parentwins. Tampilkan semua postingan



Traveling bareng balita kembar seperti Kamaya dan Kisae yang baru berusia 20 bulan ini tentu punya tantangan tersendiri. Ditanya rempong sudah pasti rempong. Bayangkan segala kerempongan saat bepergian dengan balita namun dikali dua.

Meski begitu, aku dan Nugi rupanya berhasil mengatasi tantangan itu. Dalam satu kesempatan belum lama ini, kami berhasil membawa Aya Sae traveling ke luar kota bersama-sama.

Berikut 3 tantangan traveling bareng balita kembar yang berhasil kami atasi :

Persiapan


Persiapan traveling saat masih single (atau berdua dengan suami) dengan setelah punya dua balita kembar rupanya bak langit dan bumi. Segalanya harus dipersiapkan dengan lebih njelimet nan ruwet. Mulai dari menentukan destinasi, menyusun itinerary, hingga menentukan budget dan list barang bawaan.

Saat traveling dengan balita kembar, sebaiknya hindari terlalu banyak berpindah tempat. Balita masih butuh banyak waktu menyesuaikan diri di tempat baru, jika tidak nyaman atau kelelahan mereka bisa tantrum.

Untuk barang bawaan, sebaiknya hindari membawa stroller. Kecuali moda transportasi dan destinasinya benar-benar terjamin ramah stroller. Pengalaman kami, tidak semua medan bisa dilalui stroller. Jika hanya satu balita mungkin tidak masalah diangkat berdua dengan suami, namun dengan balita kembar sangatlah rempong. Carrier atau gendongan M Shape akan lebih fleksibel dan sat set.

Budget traveling bareng balita kembar juga tentunya membengkak berkali-kali lipat. Harus dipersiapkan lebih jauh-jauh hari, termasuk untuk persiapan pengeluaran tak terduga

Manajemen Waktu

Jika solo/couple traveler kita bisa lebih santai saat menunggu jadwal keberangkatan kereta atau pesawat, saat traveling dengan balita kembar harus menyiapkan lebih banyak waktu. Kadang anak sangat susah dibangunkan, atau mendadak menolak makan dan masih ingin bermain. Belum lagi jika ada drama diapers yang perlu diganti atau susu tiba-tiba tumpah. Jika biasanya kita cukup meluangkan waktu 1-2 jam untuk tiba di stasiun/bandara sebelum jadwal keberangkatan, jika membawa balita sebaiknya siapkan lebih banyak waktu. Jeda waktu yang panjang bikin orang tua cenderung lebih tenang dalam menghadapi drama-drama unpredictable

Ekspektasi


Traveling bareng balita kembar harus siap menurunkan ekspektasi, termasuk jika harus mendadak mengubah itinerary yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.

Sebagai orang tua, bagaimanapun harus menempatkan mood dan kenyamanan anak di atas segalanya. Jika pada anak-anak sudah lebih besar, mungkin akan lebih mudah karena mereka sudah bisa mengkomunikasikan keinginannya. Namun untuk balita yang lebih kecil seperti Aya dan Sae, mereka masih dominan menggunakan rengek dan tangis untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya. Harus banyak-banyak maklum dan beli stok sabar yang berlimpah.

Jika dari awal sudah berekspektasi tinggi tentang jalan-jalan cantik bersama balita kembar, biasanya hanya akan berujung kecewa. Bersiaplah!



Berburu Promo Tiket Pesawat Bersama BRImo


Ngomongin soal traveling, ini saat yang tepat untuk berburu tiket karena sudah mau masuk masa liburan natal dan akhir tahun. Dan pas banget nih, ada kabar baik buat para pengguna BRImo dari Bank BRI yang lagi berburu promo tiket pesawat.

Kalau kita melakukan transaksi beli tiket pesawat via aplikasi BRImo, kita bisa dapat cashback 50% lho tanpa ada minimum pembelian. Total maksimum cashback yang bisa didapat bisa sampai Rp 250.000. Lumayan banget ye kan?

Terlebih, setiap nasabah bisa dapat cashback maksimal 2 kali dan cashbacknya bisa langsung masuk ke rekaning nasabah maksimal H+3 setelah transaksi berhasil. Kuotanya per hari sampai 30 transaksi. Gih, buruan! Yang gercep biar ga kehabisan!

Buat yang masih bingung gimana beli tiket pesawat via BRImo, sini aku jelasin step by stepnya :

1. Download aplikasi BRImo via playstore, lalu daftar dan log in

2. Pilih menu “Lifestyle”

3. Pilih menu “Travel” lalu pilih “Pesawat”

4. Pilih rute, tanggal, jumlah penumpang, serta kelas penerbangan

5. Pilih penerbangan yang diinginkan

6. Masukkan data pemesanan, recheck kembali dan pastikan sudah benar

7. Konfirmasi transaksi lewat PIN

8. Transaksi berhasil



BRImo FSTVL 2024


Btw, kok BRI baik banget?

Iyaa, jadi sekarang tuh BRI lagi ada BRImo FSTVL 2024, yang mana ini adalah suatu program loyalty yang memberikan banyak benefit buat nasabah setia BRI, khususnya pengguna Super Apps BRImo. Program ini adalah sebagai wujud apresiasi BRI kepada para nasabah yang setia menambah saldo serta meningkatkan transaksi melalui aplikasi BRImo, ATM, maupun kartu debit dan kredit. Adapun program ini berlaku mulai 1 Oktober 2024 - 31 Maret 2025.

Ada dua program utama yang bisa nasabah setia BRI ikuti di BRImo FSTVL 2024. Yang pertama, program undian berhadiah yang memberikan nasabah kesempatan menang berbagai hadiah fantastis berupa BMW520i M Sport, Hyundai Creta Alpha dan Vespa Primavera hanya dengan meningkatkan saldo dan memperbanyak transaksi. Dimana hal ini akan meningkatkan poin yang kelak akan diundi di akhir periode.

Selain itu ada program Direct Gift atau redeem BRI Poin dimana program ini menyiapkan lebih dari 100.000 hadiah langsung untuk diberikan kepada nasabah yang berhasil mengumpulkan poin. Hadiahnya mulai dari kendaraan bermotor hingga potongan harga untuk pemesanan tiket pesawat. Asyik kan?

Aku sih udah lama pakai BRImo soalnya emang terbukti bikin hidup aku lebih mudah. Segalanya udah sat set cukup di aplikasi, termasuk kalau mau isi pulsa atau beli token listrik. Yang pasti makin setia dong dengan adanya promo beli tiket pesawat yang bikin liburanku jadi jauh lebih hemat dan nyaman.

Yuk, kalian tingkatkan juga transaksi di BRImo untuk ikut BRImo FSTVL 2024. Download aplikasi BRImo di playstore sekarang juga!


#BRImo #BRImoMudahSerbaBisa #BRImoFSTVL #BerlimpahHadiah






2

 Parentwins, it's a blessing to be parents of twins

Aya Sae, Si Kembar yang Mengubah Hidupku

Catatan harian tentang Aya Sae, si kembar yang mengubah hidupku, di hari ulang tahun pertamanya.


Aku pernah sangat takut punya anak. Bukan cuma karena kondisi mentalku yang tidak terlalu bagus dan tidak yakin akan mampu mengemban tanggung jawab sebagai ibu,namun juga karena sebuah “firasat”.

Aku lupa kapan persisnya, namun saat masih remaja kisaran SMP, aku punya feeling dan keyakinan aneh bahwa kalau aku punya anak suatu saat nanti, anakku akan “istimewa”. Entah apa spesifiknya istimewa ini, tapi yang jelas tidak-akan-seperti-anak-biasa-pada-umumnya.

Semakin hari, keyakinan itu semakin kuat. Sayangnya, aku sama sekali tidak berpikir kalau istimewa itu adalah sesuatu yang menyenangkan seperti anak kembar. Sebaliknya, rekam jejak perjalanan hidupku yang cukup brengsek membuatku lebih mudah untuk berpikir buruk ke Tuhan dan masa depan. Bertahun-tahun aku memendam ketakutan kalau calon anakku akan jadi semacam disabilitas, berkebutuhan khusus atau malah mengidap suatu penyakit langka yang bakal sulit banget treatement-nya.

Aku takut sekali. Memangnya siapa yang ingin punya anak kalau cuma bakal menderita begitu menjalani hidup di dunia ini? Untuk orang-orang yang terlahir normal saja, bumi yang ini menurutku masih mengandung terlalu banyak ketidakadilan di dalamnya. Apalagi untuk mereka yang spesial. Tidak. Aku takut. Aku tidak akan sanggup melihat anakku kelak menderita.

Ah, kalau dipikir sekarang lucu ya. Aku bahkan sudah sangat mencintai anakku jauh sebelum memilikinya. Bahkan jauh sebelum aku menikah.

Makanya, ketika sudah menikah dan akhirnya memutuskan mau punya anak pun, aku tetap butuh waktu lebih untuk mempersiapkan diri. Jadi selain poin-poin yang kusebutkan dalam tulisan "Udah Siapkah Lepas Kondom?" ini, secara spesifik aku memang sekaligus mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan kalau misalnya kelak anakku tak sesempurna yang diharapkan. 

Jadi waktu akhirnya aku dan Nugi bersepakat melepas kondom saat kami berlibur di 3 negara (Singapore-Vietnam-Malaysia) pada pertengahan 2022 silam, aku sudah di titik sangat siap bahkan jika harus melahirkan anak berkebutuhan khusus.


Aya Sae Nyaris Digugurkan!

Sayang kesiapanku itu sepertinya baru sebatas teori. Aku rupanya belum sesiap itu ketika langsung dinyatakan hamil hanya selang beberapa minggu sepulangnya kami liburan. Ya, terakhir aku menstruasi waktu itu adalah saat masih di Vietnam. 

Meski tidak tahu kapan persisnya pembuahan Aya Sae terjadi, aku meyakini adalah di seputar waktu kami berlibur di Malaysia. Saat itu aku punya ketertarikan aneh dengan KLCC Suria Park. Kami sampai bolak-balik ke sana demi bisa memandangi Petronas Twin Towers sepuas-puasnya.

Petronas Twin Towers



Nah, sepulang kami kembali ke Indonesia, badanku mulai tidak enak. Cuma saat itu tersamar dengan rasa lelah khas pulang traveling. Namun perasaan badan ga keruan itu tak mereda, bahkan makin parah setiap harinya.

Saat ibadah di gereja pada suatu minggu di bulan Agustus, aku pun pingsan.  Namun lagi-lagi aku hanya merasa seperti masuk angin (versi lebih parah saja). Aku sama sekali tidak berekspektasi akan langsung hamil di percobaan pertama. Justru Nugi lah yang pertama meyakini bahwa aku tengah berbadan dua.

Dikira masuk angin, ternyata berbadan dua

Benar saja, hasil testpack-ku sudah mulai muncul dua garis merah samar. Namun karena memang belum waktunya jadwal haidku, aku masih denial. Barulah ketika aku benar-benar "telat", kami memutuskan periksa kehamilan ke dokter Sp. OG.

Confirmed. Dari hasil USG pertama, dokter bilang aku hamil dengan usia kandungan sekitar 6 minggu. Sama seperti hampir semua ibu di dunia, aku sempat larut dalam euforia menyambut kehamilan pertama. Aku bersukacita mengabari mama dan mertuaku.

Sayangnya, euforia itu hanya bertahan 2 minggu saja. Menginjak kehamilan 8 minggu, hari-hari bak neraka pun dimulai. Morning sickness yang kualami benar-benar menggila. Dalam sehari aku bahkan bisa muntah sampai 12 kali sehari. Hari demi minggu, bukannya makin bertambah, berat badanku justru menyusut. Bahkan sampai 8 kg. Pusing, mual, muntah, nyeri sekujur badan adalah makanan sehari-hari.

BB menyusut hingga 8 kg


Aku "lumpuh". Tidak mampu beranjak dari tempat tidur. Aku sampai opname karena sudah dehidrasi parah. Dokter bilang hyperemesis gravidarum atau muntah berlebihan saat hamil. Bisa berbahaya bagi janin dan ibu hamil jika tidak ditangani karena tidak ada asupan yang masuk ke tubuh.

Puncaknya, di satu hari pada bulan September 2022, aku bilang ke Nugi kalau aku  sudah tidak sanggup dengan kehamilan ini. Aku sudah tidak bisa berbahagia lagi saking beratnya "penderitaan"ku. Aku ingin menyerah dan tidak mau meneruskannya.

Aku paham teori bahwa trimester pertama memang berat. Aku bahkan sudah mempersiapkan diri menghadapi morning sickness seperti yang banyak diceritakan orang-orang. Namun tubuhku memberontak. Hatiku menjerit.

Hatiku sakit ketika orang-orang, bahkan sekelas nakes di puskesmas pun menyepelekan kesakitanku. Enteng sekali mulut mereka berkata, "Semua orang hamil memang begitu. Nikmati saja. Jangan manja!"

Kata-kata itu membuatku membenci diriku sendiri (lagi). Membuatku percaya bahwa aku hanya lah perempuan manja. Perempuan lemah yang langsung takluk "hanya" oleh morning sickness. Meski sesuatu yang sangat jernih jauh di lubuk hatiku bilang, yang kurasakan memang berlebihan. Jauh lebih berat dari apa yang seharusnya kutanggung. 

Aku merasa kehamilan yang kujalani itu tidak adil untuk diriku sendiri. Aku tidak seharusnya semenderita itu "hanya" karena hamil muda. Makanya, dalam kesakitan, kelelahan dan ketidakberdayaan ekstrem itu, aku memutuskan untuk menyerah pada kehamilan ini. Di titik itu, perasaan bahwa aku tengah mengandung anak "istimewa" semakin besar. Kehamilan normal yang sehat tidak akan membuatku sesakit itu. 

Namun aku juga tahu, bahwa janin dalam kandunganku bukan hanya milikku. Ada separuh "hak" Nugi di dalamnya. Makanya aku bilang ke Nugi. Minta izinnya untuk mengakhiri kehamilan ini.

Nugi, dengan rasa cintanya yang sangat besar terhadapku, sama sekali tidak menganggapku gila karena punya keinginan seperti itu. Dia paham istrinya ini adalah wanita tangguh yang tidak mudah menyerah dengan apapun yang sudah dimulainya. Istrinya adalah perempuan yang cukup ekspert dalam menanggung rasa sakit. Kalau seorang Ara, istri Nugi ini sampai memutuskan menyerah, artinya segalanya memang sudah tak tertahankan lagi.

Nugi saat itu bilang padaku, bahwa dia mengerti kesakitanku bahkan memaklumi mengapa aku sampai berpikir untuk mengakhiri kehamilan. Dia juga bilang kalau dia mulai sama tidak bahagianya dengan kehamilanku itu saking tidak tahannya melihatku menderita setiap hari. Kata Nugi, dia akan mendukung keputusanku sepenuhnya kalau memang harus mengakhiri kehamilan. Kata Nugi, kebahagiaanku jauh lebih penting ketimbang hadirnya seorang anak.

Tapi Nugi bilang juga, bahwa Tuhan yang kami kenal bukanlah Tuhan kejam yang akan dengan sengaja atau sekadar iseng membuatku kelewat kesakitan. Pasti ada maksud Tuhan kenapa aku harus mengalami hal tidak mengenakkan seperti itu. Masalahnya hanya kami belum mengerti maksud Tuhan itu. 

Nugi, ketika memintaku bertahan 1 minggu lagi


Jadi Nugi meminta waktu 1 minggu untuk mencari tahu kehendak Tuhan. Dia akan melakukan doa puasa untuk mendapat jawabannya. Doa puasa ini apa ya,  mungkin kalau di keyakinan Islam semacam Shalat Istikharah. Sebuah upaya ibadah khusus untuk "menggedor" langit demi memohon petunjuk dari Tuhan. 

Nugi akan berpuasa dengan hanya makan satu kali saja sehari. Waktunya akan lebih banyak dipakai untuk berdoa.  Jadi, dia memohon dengan sangat agar aku bertahan dengan kehamilan ini satu minggu lagi saja. Nugi berjanji hanya satu minggu saja. Aku harus bertahan.

Jika dalam satu minggu itu kami tidak dapat jawabannya, maka kami sepakat akan menyerah pada kehamilan ini. Aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku dan Nugi rasanya juga tidak sampai hati kalau sengaja mau menggugurkan atau aborsi.

Tapi dalam pikiran sederhanaku saat itu, kalau aku sengaja tidak lagi terlalu peduli dan tidak benar-benar menjaga kehamilan ini karena sudah tidak menginginkannya lagi, rasanya si janin akan melemah dan tidak akan bertahan dengan sendirinya. 

Dalam segala kekalutan itu, aku masih percaya bahwa Tuhan yang kami kenal adalah Dia Yang Maha Baik dan Maha Kasih. Dia akan memaklumi segala kelemahanku ini.


Dia Yang Maha Mendengar dan Menjawab Doa

Nugi meminta waktu satu minggu untuk doa puasa. Dalam tenggang waktu itu, aku bertahan dengan sekuat tenaga tersisa. Aku berusaha tetap makan meski hanya berakhir dimuntahkan lagi. Tapi kondisiku memburuk dengan cepat. Mamaku sampai menyusulku ke Jogja dari Palembang demi menjagaku yang semakin melemah, karena bagaimana pun, Nugi masih harus membagi waktu untuk bekerja.

Namun rupanya belum sampai 1 minggu, tepatnya hanya berselang 3 hari saja sejak kami memutuskan "menggeruduk" Tuhan demi mendapat jawaban atas semua pergumulan kami, Dia pun menjawab semua seruan doa dan air mata yang sudah  kami habiskan.

Hari itu, bertepatan dengan jadwal kontrolku di akhir trimester 1, dokter kandunganku berseru senang saat memeriksa perutku dengan alat USG. 

"Wah, pantas ini maboknya ekstrem dan parah banget, Bu. Ada yang "berantem" ini di dalam," katanya semringah.

"Hah? Maksudnya, Dok?" aku masih nge-lag.

"Ini janinnya ada dua... Selamat ya, Pak Bu, anaknya kembar..."

USG pertama saat tahu janinku kembar

Butuh beberapa saat aku terdiam dan memproses semua informasi itu. Perasaanku campur aduk. Ada kebingungan juga karena keterangan dokter sama sekali di luar dugaan. How can aku mengandung anak kembar tanpa punya gen-nya?

Namun kelegaan dan kehangatan luar biasa melimpah menjalari sekujur tubuh dan membanjiri jiwaku saat itu juga. Rasanya pengen teriak di sanq. INI ....INI LHO JAWABAN YANG AKU TUNGGU-TUNGGU TUH!!!

Aku lupa detail selanjutnya seperti apa, namun aku merasa beban berat yang menghimpitku berminggu-minggu di masa kehamilan (bahkan mungkin sekaligus ketakutanku atas anak "istimewa" selama bertahun-tahun) akhirnya terangkat. 

Aku bukannya langsung membaik fisiknya atau berkurang penderitaannya saat itu juga sih. Tidak ... bahkan episode kehamilanku selanjutnya hingga persalinan pun malah lebih parah. Tapi apa ya, di momen dokter memberi tahu bahwa janin yang kukandung adalah anak kembar, barulah aku merasakan sebuah "keadilan".

Aku akhirnya bisa menerima dan ikhlas kenapa badanku harus "seremek" itu, kenapa mabok-ku separah itu, kenapa harus sesakit dan semenderita itu.

Ya, karena aku mengandung dua anak sekaligus. Cukup fair rasanya kalau jatuhnya jadi dua kali lebih berat dijalani, bukan? Memang harus ada "harga" lebih yang harus dibayar untuk sebuah kebahagiaan ganda. 

Detik itu juga, pikiran untuk "membuang" janinku langsung sirna. Berganti dengan tekad luar biasa untuk mempertahankan dan memperjuangkan kehamilan ini sampai akhir. Setelah minta ampun pada Tuhan atas pikiran jahatku beberapa hari lalu, aku meminta maaf pula pada dua janin di rahimku. Aku meminta maaf karena mereka harus mendengar ucapan jahat dari mommy-nya ini. Aku tidak bisa membatalkan ucapan yang sudah terlanjur keluar, aku hanya bisa meminta maaf dan menyesal. Sebagai gantinya, aku berjanji akan melakukan apapun... literally apapun, demi mereka lahir dengan selamat di dunia. Semua perjuangan itu akan sepadan. Hey, dua bayi cuuuyyy!!!!

Tidak lupa, aku berterima kasih pada Nugi. Keputusannya yang tepat sebagai kepala keluarga di masa genting, telah menyelamatkan istri dan anak-anaknya. Aku sangat mengaguminya. Di tengah ketidaktahuan dan ketidakberdayaannya menghadapi krisis keluarga kami, dia memilih keputusan terbaik : bertanya dan menyerahkannya pada Sang Maha Tahu. 

Aku bilang pada Nugi, "Sudah, ga perlu dilanjut doa puasanya. Aku sudah tahu maksud Tuhan apa. Aku harus mempertahankan Sae dan kembarannya. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari penyesalan seumur hidup. Aku akan berjuang sampai akhir, bahkan kalau harus kubayar dengan nyawaku."


Aya dan Sae, Kebaikan dan Keberuntungan dari Tuhan


Sejak awal hamil, aku memang sudah memutuskan bakal menamai anakku "Kisae". Sebuah nama unisex dari bahasa jawa "iki sae", yang berarti ini baik/bagus. Aku percaya kalau aku sampai di titik mau dan bisa punya anak, itu hanya karena kebaikan Tuhan semata. Aku percaya pemberian Tuhan adalah yang terbaik. Berhubung nama belakangnya sudah pasti Nugroho yang berarti anugerah Tuhan, maka Kisae Nugroho adalah "Ini anugerah Tuhan yang BAIK dan membawa keBAIKan bagi hidup kami."

Tapi berhubung Sae ternyata ada dua, PR kami pun bertambah untuk menamai kembarannya. Cukup pelik juga memilih nama yang serasi di antara jutaan nama berbagai bahasa di dunia. Maka akupun mempersempit pencarian dengan berfokus pada bahasa Jawa/Sansekerta saja, dan yang berawalan K.

Dan begitulah, kata Kamayangan di kamus sansekerta begitu menarik perhatianku. Artinya "untung besar/mendapat kebahagiaan besar". Bukan kah aku dan Nugi memang untung besar dan mendapat kebahagiaan besar telah dipercaya Tuhan atas dua anak sekaligus?

Ketika aku meminta approval Nugi untuk menamai kembaran Sae dengan Kamayangan, Nugi separuh setuju. Nama dan artinya bagus, namun menurutnya kepanjangan karena Nugi masih akan "menyumbang" nama tengahnya. Bhaiquelah, karena Kisae ada 3 suku kata, maka kembarannya kujadikan 3 suku kata juga: Kamaya. 

Kamaya Nugroho, anugerah Tuhan yang membuat kami berbahagia dan beruntung besar.



Aya dan Sae, Si Kembar yang Mengubah Hidupku


Aku sebetulnya ingin menulis detail kelahiran Aya Sae tepat setahun lalu yang juga penuh perjuangan. Namun khawatir tulisannya akan jadi terlalu panjang. Nanti soal ini akan aku ceritakan juga di postingan terpisah.

Hari ini, aku lebih ingin bercerita tentang bagaimana kehadiran Aya Sae telah mengubah hidupku sedemikian rupa. Bukan hanya mengubahku dari segi fisik, status atau peran dan tanggung jawab... lebih dari semua itu, Aya Sae telah mengubah caraku dalam memandang Tuhan.

Jadi aku tu sebetulnya sudah sangat paham kalau Tuhan itu adalah suatu Pribadi yang Maha Baik. Aku tahu Dia baik dan aku sudah sering mengalami kebaikan-Nya. Tapi sayangnya, aku malah lebih sering berprasangka buruk pada Sang Maha Baik itu. Misalnya ya itu tadi yang ketika sudah dapat feeling punya anak istimewa, ketimbang berpikir yang bagus-bagus malah mikir jelek sampai diteror oleh ketakutan sendiri belasan tahun. Nah, yang model begini ini cukup sering terjadi. Aku kerap merasa kadar hidupku terlalu pahit jadi sampai luput memikirkan fakta bahwa Tuhan itu akan selalu memberi yang terbaik. 

Selamat ulang tahun, Aya Sae



Tapi sekarang, sejak punya Aya Sae, aku belajar untuk tidak buru-buru berpikiran buruk pada Tuhan. Ketika hal buruk terjadi dan mulai muncul hasrat mikir jelek dan cuma bisa melihat potensi keburukan di segala situasi, tapi bayang Aya Sae singgah di pelupuk mata, aku bisa langsung berubah haluan. Aya dan Sae sudah jadi semacam reminder, bahwa kebaikan dan keberuntungan besar yang dari Tuhan sudah dan masih nyata di hidupku.

Belum berjalan semulus itu memang, kadang masih terseok dan lebih menang pikiran buruknya. Tapi setidaknya, dibanding dengan saat belum memiliki Aya Sae, sekarang aku merasa sudah berprogress. Kalaupun tidak selalu mampu mengucap syukur, aku sudah jauh lebih sabar untuk ga langsung terburu-buru mikir jelek ke Tuhan.

Aya Sae adalah si kembar yang mengubah hidupku. Dua makhluk ini membuatku yakin bahwa Tuhan sungguh baik dan sangat mengasihiku. Sekalipun aku bandel, sekalipun aku berdosa, sekalipun aku tak selalu hidup menuruti perintahNya.

Aya Sae adalah makhluk mungil yang mengajariku, bahwa kita itu berpikir jelek ke seama manusia saja tidak boleh, apalagi mikir jelek ke Tuhan.


Dear Aya Sae, gula jawa mommy.
Terima kasih telah hadir di dunia ini. Terima kasih sudah memilih mommy dan bapak, manusia yang banyak kekurangan ini sebagai orang tua kalian.

Mommy memang sempat ingin menyerah pada kalian, mommy minta maaf atas hal itu. Mommy bersalah. Mommy berjanji hal itu nggak akan terjadi lagi sampai kapan pun. Saat ini, kalian berdua adalah separuh hidup mommy.

Mommy tidak bisa menjamin apapun untuk apa yang terjadi di masa depan kita. Tapi mari, kita sama-sama belajar untuk tidak berpikir buruk lagi pada Tuhan. Sebaliknya, mari kita belajar untuk menyerahkan segala hal yang kita ga tahu kepada Dia Yang Maha Tahu.

Aya, Sae.
Selamat ulang tahun, Nak. 
Terima kasih untuk satu tahun penuh berkat dan sukacita Tuhan yang hadir bersama senyum, tawa dan tangis kalian.

Mommy dan bapak masih ingin menghabiskan banyak tahun dan tahun lagi di masa depan bersama kalian. 

Love, mommy.









5

 Parentwins, it's a blessing to be parents of twins

Kamaya dan Kisae 


Aku selalu membiarkan putri kembarku, Kamaya dan Kisae menangis satu dua menit lebih lama, meskipun aku sudah tahu mengapa mereka menangis. Buat sebagian orang, apalagi ibu-ibu senior, aku mungkin ibu yang kejam. Kok tega membiarkan anak menangis.

Tapi sebelum menghakimiku lebih jauh, biarkan dulu aku bercerita.

Aya dan Sae bukanlah anak-anak rewel. Mereka sangat jarang menangis. Bidan-bidan di ruang bayi berkata si kembar selalu anteng. Ibu Ratu juga membenarkan. Saat mereka baru berumur 3 hari dan harus kutinggalkan di rumah karena aku harus lanjut opname akibat preeclampsia dan anemia berat, Ibu Ratu bilang Aya dan Sae tidak pernah menangis. Jika ada yang membuat mereka tidak nyaman seperti lapar atau popoknya basah, mereka hanya menggeliat seperti cacing kepanasan.


Benar saja, Aya dan Sae memang tidak rewel. Tetangga kontrakan sampai tidak percaya kami punya anak bayi karena nyaris tidak ada suaranya.


Awalnya aku senang dengan kondisi ini, ketidakrewelan Aya Sae membantuku pulih dengan pesat. Aku bisa beristirahat dengan proper, begitupun Nugi dan Ibu Ratu. Kami hanya cukup memeriksa kondisi mereka berkala. Minum setiap 1-2 jam sekali dan memeriksa popoknya. Selebihnya aman tenteram damai sentosa.


Namun semakin hari, aku merasakan kejanggalan. Naluri keibuanku merasakan ada sesuatu yang tidak beres.


Sampai suatu ketika, aku melihat ekspresi Sae yang kira-kira berumur 2 mingguan tampak sangat tidak nyaman karena popoknya minta diganti, namun dia seperti berusaha keras menahan diri untuk tidak menangis.


Aku seperti tertampar. Melihat Sae seperti itu membawa ingatanku ke masa lalu. Di mana hatiku sempat mengeras seperti batu, dan tidak bisa menangis selama setidaknya 1,5 tahun. Jangan ditanya rasanya. Sungguh sesak dan tersiksa. Seperti mau mati.


Aku menangis melihat Sae seperti itu. Aku sadar bahwa selama ini Sae dan Aya bukannya tidak rewel, tapi mereka berusaha keras untuk tidak rewel agar tidak menyusahkan orang dewasa di sekitarnya.
Maka di hari-hari setelahnya, kuhabiskan quality time-ku bersama mereka dengan membisikkan kalimat-kalimat semacam …


"Nak, boleh lho nangis kalau tidak nyaman. Siapa yang suruh Aya dan Sae ga boleh nangis? Boleh lho, Nak..."


"Nak, nangis aja kalau ga nyaman. Kalau lapar boleh nangis, kalau sakit boleh nangis, kalau popoknya basah boleh nangis. Nangis lah, Nak..."


"Aya dan Sae takut nangis ya? Takut ganggu mommy, Bapak, sama Eyang? Ga papa, Nak. Kami ga papa kok... Aya sama Sae boleh nangis sepuasnya..."


dst.


Butuh waktu, namun perlahan-lahan mereka mulai berani mengekspresikan diri. Belum berbentuk tangis yang sebenarnya memang, lebih berupa rengekan atau keluhan. Tapi setidaknya ada kemajuan.
Dan aku, Nugi, dan Ibu Ratu juga kompak untuk terus sounding ke mereka. Bukan hanya soal tangisan, namun kami kompak mengenalkan mereka pada emosi dan perasaan-perasaan lain yang dirasakan.
Termasuk jika ada saat-saat aku kelepasan marah pada Nugi dan mereka terpaksa mendengarnya. Kujelaskan pada mereka bahwa tadi aku marah sekaligus meminta maaf karena bikin mereka tidak nyaman.


Hari demi hari berlalu, Aya dan Sae mulai tampak normal. Mereka sudah bisa menangis, meski intensitasnya masih tidak sesering bayi-bayi lain yang selama ini kutemui seumur hidup.


Sampai sekarang, Aya dan Sae hanya menangis ketika kami sudah sangat terlambat memahami kode-kode ketidaknyamanan mereka. Itupun langsung diam seketika jika kami sudah memenuhi apa yang jadi kebutuhannya. Selebihnya, mereka lebih memilih berkomunikasi lewat ekspresi wajah, gerakan tangan, atau ocehan-ocehan kecil dari bibir mungil mereka.


Saking langkanya momen mereka menangis, aku selalu membiarkan mereka menangis satu atau dua menit lebih lama. Semata untuk mengajarkan mereka bahwa menangis itu melegakan. Bagaimana pun, manusia itu butuh menangis. Seperlunya. Sewajarnya.


Dan itulah yang dilakukan Aya dan Sae. Mereka menangis seperlunya dan sewajarnya. Aku sebagai ibunya tentu juga tidak akan membiarkan mereka menangis berlama-lama.


Karena diberi kesempatan menangis dengan porsi yang cukup, Aya dan Sae kini perlahan tumbuh jadi bayi-bayi yang cukup cerdas secara emosional. Sama sekali tidak sulit menenangkan mereka jika sudah terlanjur menangis. Mereka juga banyak tertawa dan sudah bisa diajak bercerita.


Dan kubiarkan anakku menangis satu dua menit lebih lama, agar mereka tahu apa guna air mata. Kelak tentu akan kuajarkan juga, bahwa menangis itu bukan hanya bentuk ekspresi ketidaknyamanan, namun bisa juga sebagai wujud kebahagiaan.
Akhir-akhir ini aku sering sekali mendadak menangis sendiri saking bahagianya.

Kalau kamu? Kapan terakhir menangis bahagia?



0

Parentwins, it's a blessing to be parents of twins

Menjadi Ibu, Memintal Cinta Bersama Miyako Nanoal (kucingdomestik.com)

Kalau ditanya apa satu kata yang mendeskripsikan 2023 bagiku, maka jawabannya adalah: ajaib. Tahun 2023 adalah tahun yang ajaib bagiku, karena di tahun inilah aku menyandang peran baru sebagai seorang ibu. Dulu sebelum melahirkan, aku sering berpikir, "Bisakah aku jadi ibu yang work-life balance seperti Nikita Willy Si Brand Ambassador Rice Cooker Miyako itu?" 
Aku mendamba jadi ibu yang hadir dengan kasih, jago masak, namun juga tanpa kehilangan dirinya. Sekarang, tepat di penghujung tahun, aku mau membagikan perjalanan itu dalam tulisan ini.

______________________________________________________________________________

Tahun 2023 ini aku menjadi ibu untuk pertama kali. Tidak tanggung-tanggung, aku dipercaya Tuhan membersamai dua anak sekaligus. Buat yang belum tahu, saat ini aku punya dua putri kembar. Namanya Kamaya (Aya) dan Kisae (Sae) yang saat ini berusia 9 bulan.

Momen tak terlupakan, perdana mendekap Aya dan Sae

Menjadi ibu sungguh tidak mudah, namun juga sekaligus anugerah terindah. Menjadi ibu berarti sebuah proses dan pembelajaran seumur hidup. Menjadi ibu tak hanya mendampingi sang buah hati tumbuh, namun juga harus mau ikut bertumbuh.

Ibu adalah sebuah bentuk cinta. Yang setiap senyumnya adalah bait-bait doa. Yang tutur serta lakunya diawasi semesta. Ibu adalah tempat pulang, dimana peluknya selalu bersemayan kehangatan.

Ibu adalah sebuah potret keikhlasan dan pengorbanan. Demi anak selamat dilahirkan, seorang ibu bukan hanya ikhlas kehilangan waktu me time atau bentuk badan, bahkan nyawa pun siap digadaikan. Aku sendiri sempat merasakan berada di antara hidup dan mati ketika kritis karena preeklamsia pasca-melahirkan. Tidak masalah, toh segalanya sepadan.

Nikita Willy, Sosok Ibu yang Menginspirasi

Nikita Willy dan Miyako Nanoal

Sebelumnya aku belum pernah merasakan jadi ibu. Sehingga ketika resmi menyandang status sebagai ibu, segalanya masih serba baru. Aku membutuhkan banyak guru untuk mengajariku melewati hari-hari sebagai ibu. Siapa saja bisa menjadi guruku, baik orang tua, teman-teman ibu senior, dokter dan tenaga medis lainnya, buku-buku, artikel di internet, media sosial, hingga sosok publik figur yang menginspirasi.

Nikita Willy adalah salah satu sosok ibu yang banyak menginspirasiku. Dia masih terhitung sebagai ibu baru bagi putranya, Baby Izz. Sebagai publik figur yang tentunya punya kesibukan lebih dari ibu rumah tangga biasa sepertiku, aku melihat Nikita Willy benar-benar mengambil perannya sebagai ibu dengan sangat serius.

Nikita Willy diketahui mengasuh sendiri Babby Izz tanpa bantuan baby sitter. Dia menerapkan sejumlah aturan untuk bayinya dengan lembut namun konsisten. Misalnya sleep training, feeding rules, juga pembatasan gadget dan lebih banyak membacakan buku.

Nikita Willy yang Menginspirasi

Di samping itu, Nikita Willy juga memberi contoh bagaimana berbagi peran yang setara dengan suaminya dalam hal pengasuhan anak. Ayah benar-benar ikut terlibat dalam membersamai tumbuh kembang anak. Ini hal yang sangat baik mengingat fakta bahwa Indonesia adalah termasuk dalam kategori fatherless contry.

Lalu bagian yang kerap diabaikan banyak ibu adalah, bagaimana Nikita Willy ternyata tetap punya waktu untuk memperhatikan dan merawat dirinya sendiri. Dengan segala kesibukannya, Nikita masih menekuni hobinya berolahraga dan menari. Nikita Willy mengajarkanku bagaimana kebahagiaan seorang ibu itu sama pentingnya dengan kebahagiaan anggota keluarga yang lain. Malah, sesungguhnya ibu yang berbahagialah yang jadi kunci anak-anak berbahagia.

Memintal Cinta Lewat Dapur dan Masakan

Meski sibuk, Nikita Willy masih sempat memasak untuk keluarga 

Dilihat dari aspek manapun, aku dan Nikita Willy memang ibarat langit dan bumi. Beda kasta, beda dunia. Meski demikian, rupanya ada satu persamaanku dengan Nikita Willy, yakni kami sama-sama memintal cinta lewat dapur dan masakan. Nikita Willy cukup sering memamerkan aktivitasnya memasak hidangan lezat untuk keluarganya.

Aku dan Nikita Willy kebetulan sama-sama berasal dari Sumatera. Bagi kami orang Sumatera, masakan adalah sumber kebahagiaan, wujud cinta, penghormatan, juga rasa syukur. Orang Sumatera kalau makan piringnya harus "ramai" karena tidak pernah diajari berhemat atau berlaku prihatin kalau menyangkut soal makanan. Makanya, jangan heran jika di rumah makan padang atau Palembang langsung disuguhi bermacam-macam hidangan sekaligus nyaris seperti sedang kondangan. Sebab dalam keseharian, kami terbiasa disiapi makanan yang demikian oleh Ibu kami di rumah.

Contoh masakanku untuk keluarga

Aku terbiasa memasak sepenuh hati untuk keluarga. Lewat masakan, aku menambahkan banyak cinta di dalamnya. Lewat menghabiskan setiap bekal yang dibawanya ke kantor, suamiku membalas semua cinta itu sama besarnya. Lewat menghabiskan setiap porsi MPASI-nya, bayi-bayiku paham kalau aku mencintai mereka.
Terkadang bahasa cinta ibu memang tak selalu berupa untaian kalimat indah. Lebih sering berupa telapak tangan yang beraroma kunyit atau bawang merah.

 

Masak Lebih Optimal Bersama Miyako Nanoal

Mengurus bayi kembar tentunya jauh lebih riweh ketimbang satu bayi saja. Ibu dituntut harus lebih kreatif dalam membagi waktu. Termasuk dalam urusan memasak, efisiensi waktu mutlak diperlukan. Dalam hal ini, aku sangat terbantu dengan hadirnya sejumlah barang elektronik yang memudahkan proses memasak seperti chopper, blender, air fryer, dan (tentu saja) rice cooker.

Nikita Willya, Brand Ambassador Miyako

Berbicara tentang rice cooker, dari Nikita Willy selaku brand ambassador Miyako, aku mengenal Rice Cooker Miyako MCM-586 BH yang menggunakan panci nanoal. Iya, Nikita Willy Pakai Miyako lho gaes!

Nah, sebagai makhluk yang cukup visual, aku merasa langsung jatuh hati ketika lihat rice cooker ini "bersanding" dengan Nikita Willy. Desain dengan warna baby pink-nya terlihat imut, manis, dan sangat cocok dengan dapur kontrakanku yang minimalis.

FYI, buat yang belum tahu, nanoal adalah suatu lapisan anti lengket pada panci rice cooker yang membuatnya tidak mudah tergores, lebih tahan lama, dan tidak membuat nasi cepat kering. Pada Rice Cooker Miyako MCM-586 BH, nanoalnya terbuat dari bahan berlian hitam.

Alasan memilih Miyako Nanoal

Meski sekilas terlihat mungil dan imut, namun kapasitas Rice Cooker Miyako MCM-586 BH ini sangat cukup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga kecilku. Panci nanoal-nya muat menampung beras hingga 1,8 liter dan untuk nasi mencapai 5 liter. Wah, besar juga ternyata.

Aku sangat terbantu dengan fitur 3 in 1 rice cooker ini. Tidak hanya bisa memasak dan menghangatkan nasi, namun juga ada fungsi mengukus yang banyak membantuku dalam membuat MPASI untuk si kembar. Jadi ketika masak nasi untuk orang dewasa, kukusannya bisa sekalian membuat nasi lembek atau bubur untuk bayi. Terlebih, Panci Nanoal Miyako ini sudah lulus uji food grade serta bersertifikasi bebas dari zat kimia asam perfluorooctanoic (PFOA) berbahaya. Jadi dijamin aman dan ga was-was lagi untuk menyiapkan makanan untuk keluarga.

Fitur kukusan Rice Cooker Miyako Bisa dipakai untuk memasak MPASI (sc. YouTube Bunda Juna Jasmine)
_________________________________________________________________________

Menjadi ibu memang penuh tantangan. Namun dengan berbagi peran bersama pasangan dan peralatan rumah tangga seperti rice cooker Miyako yang bisa diandalkan, semuanya dapat dengan baik berjalan. Menyajikan masakan yang enak adalah salah satu caraku untuk hadir dan mengalirkan cinta pada keluarga. Karena di dalam setiap masakan, ada kasih sayang ibu yang tak lekang oleh zaman.

Menjadi Ibu adalah pembelajaran sepanjang masa



4

Baca juga

Cara Mengatasi Mata Kering Tanpa Ke Dokter A La Mommy Twins

Cara Mengatasi Mata Kering Tanpa Ke Dokter (kucingdomestik.com)  Belakangan saya sibuk cari cara mengatasi mata kering , kalau bisa ya yang ...