Menu
Tampilkan postingan dengan label Lestari hutan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lestari hutan. Tampilkan semua postingan


Aku di Hutan Bengkulu

Lahir, besar, dan menghabiskan lebih dari separuh hidupku di Provinsi Bengkulu membuatku cukup akrab dengan hutan. Tidak heran, karena Provinsi di pesisir Selatan ini 43% wilayahnya adalah hutan.

Komoditas hutan Bengkulu yang paling mudah dinikmati langsung adalah durian. Aku sampai dapat julukan "hantu durian" oleh teman-temanku saking nge-fansnya sama buah satu ini. Rekor terbaikku adalah menghabiskan durian sebanyak satu karung ukuran beras 20 kg dalam waktu sehari semalam 🤣

Aku dan Durian

Setelah kemudian pindah ke Palembang, Jogja, dan sekarang akhirnya menetap di Bandung, aku masih merindukan masa-masa berburu durian di Bengkulu. Aku sungguh rindu menikmati durian yang baru jatuh dari pohon langsung di kebunnya. Dengan hanya membayar sekian puluh ribu rupiah saja, boleh makan sepuasnya selama tidak dibawa pulang.

Siapa yang menyangka, kegilaanku terhadap durian itu rupanya berpengaruh terhadap mitigasi perubahan iklim. Lho, kok bisa?

Dalam online gathering bareng #EcoBloggerSquad akhir Mei lalu bertajuk “Peran Komunitas untuk Menjaga Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim", saya baru tahu kalau pohon durian dapat menyerap karbondioksida (CO2) dan mengurangi efek rumah kaca. Satu pohon durian bisa menyerap sekitar 1,42 ton CO2 setiap tahunnya. Bayangkan, ada berapa ribu pohon durian di hutan-hutan Bengkulu?

Rajin mengonsumsi dan membeli durian berarti turut menjaga kelangsungan pohon-pohon tersebut. Bapak Nasiun dari Desa Air Tenam, Bengkulu Selatan bahkan saat ini masih setia menjaga pohon-pohon durian di desanya yang totalnya mencapai 1677 hektar. Wow!

Hutan dan Perubahan Iklim

Pemanasan global dan perubahan iklim adalah sesuatu yang nyata. Sudah dan sedang terjadi saat ini di seluruh belahan Bumi, termasuk di Indonesia. Pasti kita semua sudah mulai merasakannya, mulai dari cuaca yang makin labil, badai lebih hebat, air makin langka dan kekeringan semakin sering, sampai mulai banyaknya penyakit yang aneh-aneh.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini adalah dengan menjaga kelestarian hutan. Indonesia sebetulnya negara dengan jumlah luas hutan yang tidak sedikit, bahkan menjadi nomor tiga sedunia. Totalnya mencapai 125,76 juta hektare (ha) pada 2022.

Sayangnya, seperti yang disampaikan Manager Program Hutan Itu Indonesia, Christian Natalie, Indonesia juga menjadi negara dengan laju kerusakan hutan paling cepat sedunia. "Indonesia tercatat di World Guinness Book of Records sebagai negara dengan tingkat laju kerusakan tercepat nomor satu di dunia. Dalam lima tahun terakhir saja, Papua telah kehilangan hutannya seluas 3,5 kali pulau Bali,” ujarnya.

Duh, sayang sekali ya? Padahal tidak sedikit masyarakat kita yang menggantungkan hidup dari keberadaan hutan. Belum lagi kalau bicara soal keanekaragaman hayati yang ada di dalam hutan Indonesia. Tak terhitung flora dan fauna langka yang menjadikan hutan Indonesia sebagai habitat alaminya, seperti bunga rafflesia arnoldi misalnya.

Kalau terus-terusan dirusak oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri, bukan cuma mengancam kehidupan di sekitar hutan saja, tapi juga seluruh Indonesia bahkan dunia karena dampak perubahan iklim tak lagi bisa dikendalikan.

Langkah Kecilku, Untukmu Bumiku

Terkadang sudah muncul kesadaran dan kepedulian akan nasib Bumi di dalam diri. Sudah ingin berbuat sesuatu agar dampak perubahan iklim bisa teratasi. Sayangnya, kesadaran tersebut kadang terhenti hanya sebatas niat karena merasa tidak punya cukup power untuk memperbaiki kerusakan yang sudah sangat masif.

Namun, terkait menyelamatkan bumi sebetulnya tidak melulu bicara hal-hal besar kok. Untuk masyarakat awam dan "orang biasa" seperti kita, tidak perlu langsung mereboisasi sekian ribu hektare hutan atau menjadi aktivis peduli lingkungan.

Banyak hal lain berupa langkah-langkah kecil sederhana yang bisa dilakukan siapa saja untuk menyelamatkan Bumi kita. Saya sendiri sudah memulainya dari rumah. Sesimpel mematikan lampu yang tidak dipakai, memilah sampah, menghemat penggunaan air, membawa tumblr air minum sendiri, atau membawa tas kain sendiri saat berbelanja.


Belakangan, saya juga rajin memanfaatkan sampah kemasan plastik dari pemakaian sehari-hari, menjadi media pot untuk tanaman. Lumayan lho hasilnya, saya jadi tidak perlu membeli cabai, tomat, atau bumbu-bumbu perdapuran lainnya karena cukup memetiknya dari halaman rumah.

Nah, kalau kalian, punya langkah apa saja untuk menyelamatkan Bumi kita? Share di kolom komentar dong!

1


Forest Talk with Bloggers - Palembang

“Manusia mencintai bumi seperti Sangkuriang mencintai Dayang Sumbi. Manusia memang masih menyayanginya, namun tak lagi menghormatinya sebagai ibu.”
Itu kata teman saya, Yoga Palwaguna. Dia memang suka bikin sajak dengan kalimat aneh-aneh. Sering bermakna dalam nan mak jleb. Tapi sekali ini, saya benar-benar sepakat dengannya.

Ibu Bumi, Bapa Angkasa. Nenek moyang kita telah sejak lama menyebut bumi sebagai ibu. Karena memang di sanalah kita –para manusia—memperolah kehidupan. Lahir, tumbuh, berkembang, beranak-cucu, hingga tiba saatnya jasad kembali pada pelukan tanah.

Manusia dulu demikian menghormati, bahkan nyaris memuja bumi. Sampai meludah langsung ke tanah pun adalah sesuatu yang pantang dilakukan. Sejumlah upacara macam Sedekah Bumi atau Bersih Desa rutin dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan bumi.

Namun sekarang, tampaknya ada yang berbeda.

Penyebab Bumi makin panas (dok. Forest Talk)

Manusia memang masih mengasihi bumi bahkan bergantung padanya. Namun tak lagi memandangnya dengan penghormatan, melainkan penuh nafsu. Pun tak segan lagi melakukan perbuatan tak senonoh terus menerus. Sampah, limbah, eksploitasi lahan, pertambangan, polusi … Hal-hal yang kemudian mendorong terjadinya pemanasan global yang kemudian berujung pada perubahan iklim.

Jika Sangkuriang dan Dayang Sumbi mungkin hanya dipercaya sebatas legenda, maka perubahan iklim adalah sesuatu yang riil. Nyata tengah terjadi saat ini.

Manajer Climate Reality Indonesia, Ibu DR. Amanda Katili Niode membenarkan terjadinya perubahan iklim yang terjadi di muka bumi saat ini. Hal itu dibuktikan dengan perubahan ketinggian permukaan air, peningkatan suhu global, memanasnya samudera, melelehnya es di kedua kutub bumi dan wilayah sekitarnya, memanasnya suhu di samudera, juga pengasaman samudera.

Ibu Amanda Katili Niode (dok. Forest Talk)

“Ada 60 juta orang di seluruh dunia yang terdampak cuaca ekstrem. Tak terkecuali di Indonesia. Dari 2481 bencana yang terjadi di negeri kita akhir-akhir ini seperti kekeringan, banjir, kebakaran hutan, gelombang panas dan dingin, badai, serta puting beliung, 97%-nya disebabkan oleh perubahan iklim. Tak kurang 10 juta masyarakat kita terdampak dan mengungsi karena ini,” jelas Bu Amanda.

Berkaca pada data-fakta tersebut, tak heran kalau Bu Amanda bilang kalau bumi kita sedang sekarat. Ya, bumi kita memang tengah sakit parah dan menderita menuju ajal.

Lalu, akankah kita berpangku tangan menunggu bumi tutup usia dengan sendirinya? Yang berarti akan menjadi akhir bagi setiap kehidupan yang masih dikandungnya.

Tidak. Tentu saja tidak. Kita bisa mulai merawat ibu kita yang telah renta ini dengan berbagai cara , seperti :

1. Tidak buang sampah sembarangan
2. Memilah sampah organik dan anorganik agar lebih mudah didaur ulang.
3. Mengurangi penggunaan plastik (bawa tas sendiri saat belanja, stop pakai sedotan plastik sekali pakai, dll)
4. Mengurangi polusi

Itu cuma contoh. Masih banyak cara lain yang bisa terapkan untuk merawatnya, tentu. Dan ada satu hal lagi yang rupanya punya efek paling besar untuk memperpanjang asa bumi kita, yakni : Lestari Hutan.

Lestari Hutan? Makanan apa itu?

Simak terus ulasan berikut ini, ya?!


Menuju Pengelolaan Hutan Lestari Demi Masa Depan Bumi

Moderator dan Narasumber Forest Talk with Palembang Bloggers

Beruntungnya saya dan rekan-rekan blogger Palembang saat dapat undangan acara Forest Talk with Blogger di Kuto Besak Theatre pada Sabtu (23/3) lalu. Acara bertajuk “Menuju Pengelolaan Hutan Lestari” tersebut diselenggarakan oleh Yayasan Doctor Sjahrir dan The Climate Reality Project Indonesia. Di sini, saya benar-benar belajar banyak hal, terutama soal hutan dan kaitannya dengan kelangsungan nasib bumi kita.

Dr. Atiek Widyawati, salah satu pembicara dari Tropenbos Indonesia menjelaskan, hutan kita kian hari nasibnya kian memprihatinkan. Banyak areal hutan menjadi berkurang bahkan hilang karena aktivitas manusia. Mulai dari pembalakan liar, hingga alih fungsi lahan menjadi area perkebunan, pertanian maupun pemukiman.

Deforestasi, degradasi, dan konversi hutan (dok. Forest Talk)

“Jika ini dibiarkan, akan menimbulkan banyak masalah. Termasuk dampak bencana yang terjadi seperti banjir, kebakaran lahan dan kabut asap. Terjadinya bencana-bencana ini sudah diprediksi. Semua terjadi karena deforestasi. Untuk itu, perlu adanya solusi terkait hal ini, yakni mengembalikan lagi fungsi hutan dalam berbagai aspek,” kata Dr. Atiek.

Selain mencegah pembalakan liar, reboisasi, dan reklamasi lahan, kelestarian hutan bisa dijaga dengan cara memanfaatkan produk-produk hasil hutan non-kayu. Jadi guys, komoditas hutan itu nggak melulu kayu. Ada banyak produk hutan lain yang bisa dimanfaatkan tanpa harus menebang pohon-pohonnya yang butuh puluhan tahun lagi untuk kembali tumbuh besar.

Narasumber lainnya, Ir. Murni Titi Resdiana, MBA yang merupakan Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim menjelaskan, ada begitu banyak potensi dari pohon-pohon di hutan untuk pengembangan ekonomi kreatif.

Daun nanas bisa dijadikan serat untuk produksi tekstil

Mulai dari sebagai pewarna alam, bahan kerajinan, makanan, sumber minyak atsiri, hingga fashion. “Semua itu akan menjadi komoditas yang sangat menjanjikan. Namun tentunya, harus dibarengi dengan proses produksi maksimal dari segi kualitas dan strategi pemasaran yang tepat,” beber Bu Titi.

Saya sebagai model produk fashion hasil hutan

Dalam pengelolaan sumber daya hasil hutan, tentunya diperlukan peran aktif dari masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar area hutan. Salah satu pihak yang peduli dengan pemberdayaan masyarakat tersebut adalah perusahaan APP Sinar Mas. Melalui program CSR Desa Makmur Peduli Api (DMPA), sedikitnya ada 284 desa yang telah diberi pendampingan.

Head of Social Impact & Community Development APP Sinar Mas, Janudianto mengatakan, dana yang telah digelontorkan untuk ratusan desa tersebut adalah wujud komitmen APP Sinar Mas dalam menangani perubahan iklim. Adapun pengelolaan diserahkan ke masing-masing desa melalui bumdes atau koperasi.

Produk makanan hasil binaan program DMPA APP SInarmas (dok. Forest Talk)

"Ini sebagai wujud nyata kontribusi kami dalam menangani perubahan iklim global. Namun tentunya kami tidak bisa bergerak sendiri. Perlu adanya kerjasama dengan masyarakat. Dengan ini, selain bagian upaya dari mengedukasi masyarakat agar tidak lagi membakar hutan, bisa sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di masing-masing desa,” demikian Janudianto.

Keseruan Lainnya

Stand Pameran Meillin Gallery
Agenda Forest Talk with Blogger nggak cuma diisi dengan diskusi seru yang sarat ilmu. Sebanyak 40 peserta yang semuanya blogger itu juga disuguhi pameran produk hasil hutan yang begitu memanjakan mata. Ada produk-produk makanan dari stand DMPA, produk kerajinan tangan dari Meillin Gallery yang bahan bakunya berasal dari limbah kayu, dan yang paling menarik perhatian saya yakni pameran produk tekstil dari Galeri Wong Kito.

Jadi model (lagi), kali ini bareng Eka
Jadi produk-produk kain yang dipamerkan, semuanya dibuat menggunakan bahan alami, termasuk pewarnanya. Saya dan teman-teman juga berkesempatan praktik langsung ecoprint, yakni teknik membuat motif di kain menggunakan daun-daun.

Serunya praktik langsung ecoprint

Proses pembuatannya cukup mudah, namun diperlukan kesabaran terutama saat memukul-mukul daun dengan palu kayu agar motifnya tercetak sempurna.

Umek Elly terbuai aroma chicken wings Chef Taufik

Seolah belum cukup, peserta juga menyaksikan demo masak langsung oleh Chef Juna Taufik. Menyaksikan dari awal proses masak Mushroom in Paradise dan Chicken Wings Korean Sauce itu benar-benar bikin ngiler. Jadi nggak sabar pengen nyoba resepnya sendiri di rumah.

Last but not least ...

foto bersama sebelum pulang
______________________________________
Saya amat terkesan dengan acara Forest Talk with Blogger Palembang ini. Benar-benar cara sempurna untuk berakhir pekan. Di atas semua ilmu dan keceriaan (plus goodie bag) yang dibawa pulang, acara ini telah menyadarkan saya akan satu hal penting. Bahwa kekurang-ajaraan dan ketidaksenonohan kita dalam memperlakukan bumi memang harus segera diakhiri.

Sudah saatnya kita kembali menghormati bumi laiknya ibu sendiri. Kini, ibu yang sudah tua, penyakitan, dan sekarat itu membutuhkan kita, anak-anaknya. Melestarikan hutan mungkin ibarat memberinya obat. Barangkali tak cukup ampuh untuk mengembalikan vitalitasnya seperti semula, namun jelas sudah lebih dari cukup untuk sekadar memperpanjang nafasnya.

Salam lestari!

 _________________________________
Bonus :






Sebagai emak kucing kampung, bertemu mereka Kuto Besak Theatre benar-benar sebuah kebahagiaan tersendiri. 😊
________________________________

Tulisan ini juga tayang di lestarihutan.id

8

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...