Menu



Saya senang, kian hari makin banyak anak-anak muda yang melakukan aksi nyata menjaga bumi yang kian menua ini. Salah satunya seperti yang dilakukan 5 mahasiswa Universitas Padjadjaran yang berhasil memanfaatkan kulit biji kopi untuk dijadikan gelas yang bisa dikonsumsi. Kulit biji kopi yang semula adalah limbah, berhasil dimanfaatkan 5 mahasiswa jurusan teknologi pangan ini menjadi produk yang ramah lingkungan.

Kelima mahasiswa tersebut yakni Ardhia Pramesti, Widya Silva Gramita, Sabrina Maharani Putri, Afina Viany Judawisastra, dan Fahruni Alya Jasminea Bayuaji. Mengutip detik dot com, produk inovatif itu diberi nama Scara Cup dan saat ini sudah bisa dipesan dengan sistem preorder melalui akun instagram @scara.cup

Apa yang dilakukan kelima mahasiswa tersebut menurut saya bukan hanya kreatif, namun juga solutif terhadap sejumlah isu-isu kerusakan bumi. Dengan menjadikan gelas kopi sebagai cemilan yang bisa dimakan, masyarakat (atau setidaknya kalangan pecinta kopi) tidak perlu menambah sampah plastik atau kertas yang selama ini dijadikan kemasan produk-produk kopi. Scara cup juga bisa menghemat penggunaan air yang selama ini dipakai untuk mencuci gelas-gelas atau cangkir-cangkir bekas kopi.


Senangnya kalau cangkir ini beneran bisa dimakan
__________________________________________________________________

Sebelum bergabung dengan Eco Blogger Squad, saya selalu berpikir perkara menjaga bumi itu selalu bicara hal-hal besar. Turun langsung ke lapangan mereboisasi hutan, mengganti sumber energi, atau melakukan penelitian-penelitian besar yang butuh otak dan dana tidak sedikit misalnya. Namun rupanya tidak harus begitu. Menjaga Bumi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja, bahkan berangkat dari hal sepele seperti kebiasaan makan sehari-hari.

Dalam online gathering Eco Blogger Squad bertajuk “Semangat Orang Muda Menjaga Bumi Indonesia” yang saya hadiri pada Jumat (20/10) lalu, salah satu narasumber yakni Jaqualine Wijaya selaku CEO dan co-founder Eathink membahas banyak hal terkait keberlanjutan pangan. Saya benar-benar baru tahu bahwa dunia pangan ternyata punya kaitan sangat erat dengan isu-isu kelestarian bumi.

Singkatnya, dengan menerapkan Sustainable Food System atau sistem pangan berkelanjutan, yakni sistem yang menjaga ketahanan pangan dan gizi sedemikian rupa, sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan ikut terjaga pula hingga tetap tersedia untuk generasi berikutnya di masa mendatang.

Menerapkan sistem pangan yang berkelanjutan dengan cara paling gampang adalah dengan tidak menyia-nyiakan makanan. FYI, limbah makanan itu mencemari lingkungan banget lho. Mirisnya, Indonesia saat ini ada di urutan ketiga sebagai negara yang paling banyak menghasilkan limbah dari sisa makanan setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi di tahun 2023. Lebih miris lagi, limbah sisa makanan terbanyak itu justru berasal dari rumah-rumah, dan bukannya dari restoran atau industri makanan lainnya.


Nah lho, siapa yang masih suka menyia-nyiakan makanan? Saya paling gemes kalau ada yang kalap mengambil makanan saat kondangan atau sarapan buffet di hotel, tapi tidak dihabiskan. Padahal tinggal ambil secukupnya dan ambil lagi kalau dirasa kurang. Jika yang membaca tulisan ini masih jadi pelaku buang-buang makanan, ingatlah kalau dengan menghabiskan makanan di piringmu, kamu sudah berperan dalam menjaga keberlangsungan bumi kita lho. Keren ga tuh?

Issoke ambil banyak ASAL dihabiskan

Lebih jauh lagi,Jaqualine menjelaskan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan ini, setidaknya ada 3 isu utama yang perlu dituntaskan, yakni : Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), tantangan kecukupan gizi (nutritional challenge), dan sampah makanan (food loss/food waste).

Caranya bagaimana?

Untuk kita-kita yang “bukan siapa-siapa” ini, masih bisa turut berperan kok. Bisa dimulai dengan menerapkan pola makan sehat dan ramah lingkungan. Hindari makanan-makanan yang meninggalkan banyak jejak karbon baik dari segi bahannya maupun kemasannya. Galakkan kembali makanan sehat yang berasal dari pangan lokal. Makanan sehat tuh ga harus mahal atau kebarat-baratan, makan pecel sayur aja udah sehat banget lho.

Kita juga bisa mulai memperhatikan label pada kemasan makanan. Pilih yang nutrisinya benar-benar dibutuhkan tubuh. Juga perhatikan kandungan gula, garam, juga bahan sintetisnya (sebaiknya dikurangi). Dan yang paling penting, sebisa mungkin jangan sampai ada makanan yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Habiskan isi piringmu, dan kalau terpaksa banget ada sisa sampah saat memasak, bisa diolah jadi kompos dulu atau dijadikan pakan ternak. Pokoknya sebisa mungkin jangan sampai ada sisa makanan.

Anak-anak Muda dengan Semangat Menjaga Bumi yang Kian Menua


Mahasiswa Unpad dengan Scara cup-nya, juga Jaqualine dengan Eathink-nya bukanlah satu-satunya anak muda yang hadir dengan semangat menjaga bumi yang kian menua. Masih dalam online gathering Eco Blogger Squad yang saya hadiri pekan lalu, saya juga berkenalan dengan Ketua Sentra Kreatif Lestari Siak (SKELAS), Cerli Febri Ramadani dan Manajer Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza.

Adapun SKELAS sendiri merupakan sentra kreatif yang saat ini fokus mengembangkan inovasi produk lokal sehingga dapat mewujudkan kelestarian alam, budaya, juga perekonomian masyarakat.

Mungkin sudah banyak dari kita yang tahu bahwa kabupaten Siak, Riau, adalah salah satu wilayah di Indonesia dengan masalah deforestasi dan kebakaran hutan, terutama lahan gambut. SKELAS berupaya untuk mempertahankan kelestarian wilayahnya. Jika tidak bisa menghentikan ulah oknum-oknum nakal yang menyalahgunakan lahan gambut, maka setidaknya bisa mengatasi masalah yang mereka timbulkan. Sebagai contoh, SKELAS membantu promosi dan pemasaran Puan Pina, sebuah produk minuman nanas berkualitas produksi UMKM setempat yang melibatkan mitra kebun petani lokal dan kelompok wanita tani. Produk ini mampu mencegah kebakaran hutan dan lahan lho.

Sementara itu, Amalya Reza fokus menggaungkan tentang bioenergi dari materinya. Bioenergi sendiri merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari bahan organik, biasa kita sebut biomassa. Material organik ini lalu diubah menjadi panas, listrik, biogas, dan bahan bakar cair. Sayangnya, rupanya di negeri ini berlangsung praktek pembakaran hutan dengan kedok bioenergi.

Namanya adalah co-firing biomassa, yaitu metode pencampuran batubara dengan biomassa seperti pelet kayu, pelet sampah, serbuk kayu, cangkang sawit, serbuk gergaji, dan sekam padi yang diklaim lebih hijau. Nah, produksi biomassa skala besar seperti ini justru mengancam kelestarian lingkungan kita karena mendorong penggunaan lahan dan pembakaran hutan besar-besaran. Biomassa yang dicampur batubara ini tidak mengurngi paparan polusi yang sudah lebih dulu diderita warga. Klaim palsu seperti ini perlu diluruskan agar masyarakat tidak salah kaprah dan bisa segera bertindak bersama.

___________________________

Pada akhirnya, ada banyak cara untuk kita menjaga Bumi. Saya rasa, sudah bukan zamannya lagi untuk kita tutup mata dan merasa "itu bukan bagian gue". Mungkin kita belum mampu melakukan hal-hal besar seperti yang dilakukan anak-anak muda dalam tulisan saya di atas. Namun, kita selalu bisa mulai dari hal-hal sederhana, bukan?

Yuk, jaga bumi kita!

0

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...