Menu

Perdana Berlebaran di Tanah Jawa, Tenang Hadapi Culture Shock Makanan Bersama new Enzyplex

* Demi kenyamanan, jika Anda membaca tulisan di blog ini lewat ponsel, ubah dulu setting-an browser-nya ke mode desktop atau website ya 😉😉

Tenang Hadapi Culture Shock Makanan Bersama new Enzyplex


Saya menghabiskan nyaris seumur hidup di Sumatera. Lahir dan besar di Bengkulu, lalu menetap di kota pempek, Palembang sejak tahun 2015 silam. Namun sejak menikah akhir tahun lalu dengan seorang mas-mas Jawa, saya pun kemudian diboyong suami untuk tinggal bersama di kota kelahirannya di tanah Jawa, tepatnya Yogyakarta.

Di tahun 2022 ini, untuk pertama kalinya saya berlebaran di Jogja. Benar-benar perdana ini, gaes! Meski secara kepercayaan tidak turut merayakan, namun saya ikut memeriahkan karena keluarga besar Nugi, suami saya, semuanya (kecuali mamak) merayakan Idul Fitri.

Sesajen Bapak Mertua di malam takbiran

Bapak mertua yang penghayat kepercayaan Kejawen ber-KTP Islam sudah menyiapkan sesajen sejak petang hari di malam takbiran. Lalu keesokan harinya di hari H, setelah keluarga kakak ipar dan keponakan-keponakan selesai salat Ied di masjid dekat rumah, saya dan suami ikut sungkem kepada mertua bersama mereka.

Jujur, saya sempat rindu berat dengan pempek, tekwan, dan teman-temannya yang selalu tersedia saat tradisi sanjo (saling berkunjung ke rumah kerabat/teman saat lebaran) di Palembang. Bagaimana ya? Sebagai produk asli Sumatera, saya masih cukup kesulitan mengatasi culture shock makanan di Jogja ini rupanya.

Sudah tahu kan ya, makanan Sumatera itu pada umumnya cenderung bercita rasa pedas dan gurih, sementara di Jogja nyaris semuanya cenderung manis (bahkan opor temen makan ketupat pun manis lho 😭😭). Masakan Sumatera juga biasanya lebih "berani" dalam penggunaan santan, rempah, maupun bumbu-bumbu dapur. Sementara masakan pada umumnya Jawa lebih soft alias  "pelit bumbu".

Meski demikian, saya berusaha keras beradaptasi. Tidak mudah, tentu saja. Tapi bisa kok. Dalam jangka waktu beberapa bulan ini sejak pindah ke Jogja, meski masih belum sanggup makan gudeg yang menurut saya masih terlalu manis untuk teman makan nasi, tapi saya sudah sangat bisa menikmati nasi pecel dan menu-menu khas angkringan seperti mendoan dan sate telur puyuh.

Menu angkringan yang bersahaja


Cabe Burung yang Bikin Mutung


Di awal-awal tinggal di Jogja, saya sempat bingung dengan penyebutan "cabe rawit". Rupanya ada perbedaan makna dengan yang selama ini saya pahami dengan pengertian orang Jogja pada umumnya. Dalam pemahaman saya, cabe rawit itu ya cabe hijau kecil-kecil yang umumnya jadi teman makan gorengan.

Namun bagi orang Jogja (terutama bagi ibu-ibu warung atau pedagang di pasar), cabe yang saya maksud itu adalah cabe lalap. Sementara cabe rawit buat mereka adalah sebutan untuk cabe berwarna merah agak oranye, dan ukurannya agak lebih besar dari cabe yang untuk makan gorengan. Nah, dalam pemahaman saya, cabe rawit Jogja Version ini namanya cabe burung.

Cabe rawit VS Cabe burung


Terus terang, saya agak musuhan dengan cabe burung ini. Derajat pedasnya sebetulnya biasa saja, masih bisa ditanggung lidah. Namun sensasi panasnya luar biasa. Perut saya tidak nyaman dibuatnya. Ya nyeri, ya perih. Cabe yang benar-benar bikin mutung, orang Bengkulu bilang. Mutung bisa diartikan sensasi terbakar, panas yang amat sangat, atau gosong. Kalau dalam KBBI, mutung artinya musnah terbakar. Yah, sama-sama berhubungan dengan panas pokoknya. 

Kalau masak sendiri, cabe burung ini pasti saya hindari. Saya lebih suka perpaduan cabe merah keriting dengan cabe rawit hijau kecil karena menghasilkan rasa pedas yang elegan, menurut saya.

Masalahnya, orang Jogja yang terkenal dengan masakan manisnya ini, ternyata lebih memfavoritkan cabe burung (atau versi mereka : cabe rawit) untuk dunia persambelannya. Ini sungguh culture shock makanan yang masih begitu sulit saya taklukkan. Masakan apapun di Jogja, baik opor, sate, geprek-geprekan, goreng-gorengan bakar-bakaran, bakso, soto, bahkan untuk menu-menu angkringan, nyaris selalu didampingi sambal oranye berbahan baku cabe burung ini.

Ini sungguh dilematis, Ferguso! Satu sisi, masakan Jogja yang dominan manis ini kok kurang sreg jika tidak dicocol sambal. Tapi kalau sambalnya cabe burung, bagaimana nasib perut saya coba?

Memilih tidak makan sama sekali juga bukan jawaban. Apalagi saat disuguhi ketupat opor di rumah mertua atau ayam geprek di rumah Budhe? Mana bisa menolak? Bisa hancur pencitraan saya sebagai menantu idaman di hari lebaran kalau sampai lancang menolak makan.

Culture Shock Makanan Featuring Dispepsia


Masalah culture shock makanan saya dengan cabe burung, biasanya akan diperburuk dengan dispepsia di hari raya saking banyak dan beragamnya makanan yang disantap.

Tahu kan sensasi tidak nyaman di perut seperti terasa penuh, kembung, begah, nyeri di ulu ati, sakit perut? Biasanya kita bilangnya sakit maag. Tapi menurut artikel di alodokter, sekumpulan sensasi tidak nyaman atau gejala tersebut disebut sindrom dispepsia.

Saya kerap mengalami gejala itu karena maklumlah, banyak yang antre minta dimakan kalau hari besar itu. Ketupat opor dan kondimennya, sederet kue-kue kering dan basah seperti nastar, kastangel, atau lapis legit, rengginang, hingga sirup dan minuman bersoda.

Kalian pernah mengalami juga? Kalau pernah, menyebalkan bukan jika kemeriahan dan kebahagiaan hari raya bersama keluarga harus diganggu dispepsia?

Dua masalah ini sempat membuat saya cemas menghadapi lebaran kemarin. Saya sungguh berharap momen perdana saya berlebaran dengan keluarga suami bisa berkesan dan berjalan lancar.

Tenang Berlebaran dengan new Enzyplex


new Enzyplex, suplemen enzim

Syukurlah, kecemasan saya ternyata tidak terbukti. Terima kasih sangat kepada Nugi, suami tercinta yang memperkenalkan saya dengan new Enzyplex. Dia yang sudah duluan konsumsi bilang, new Enzyplex itu bisa membantu mengatasi gejala dispepsia.

Tadinya saya pikir new Enzyplex itu obat maag, habis dari kemasannya gambar lambung gitu ye kan. Warna hijau pula. Kaya, khas banget gitu lho.

Tapi setelah baca-baca label kemasan dan artikel di internet, baru ngeuh kalau new Enzyplex merupakan suplemen enzim. Bukan obat. Di dalam kapsulnya terkandung enzim pankreatin (amilase, lipase, protase) yang dibutuhkan untuk proses pencernaan. Hayoo, mari kita inget-inget lagi pelajaran biologi materi sistem pencernaan manusia 🤭

Ditambah kandungan lain seperti Vitamin B kompleks, Deoxycholic Acid dan Simeticone, produk new Enzyplex ini jadi efektif banget menjaga kesehatan pencernaan kita. Plus, bisa mengurai gas berlebih di lambung sehingga menjauhkan perut kita dari sensasi-sensasi mual-kembung-perih tidak nyaman itu. 

Suplemen new Enzyplex ini paling baik dikonsumsi setelah makan karena akan bekerja maksimal jika ada makanan di lambung. Bisa dikonsumsi rutin karena jika kandungan enzimnya tidak terpakai, akan otomatis dibuang tubuh. Yang penting sesuai aturan pakai dan tidak berlebihan.

Hasilnya gimana?

Lebaran perdana saya di tanah Jawa bisa dikatakan lancar jaya berkat minum new Enzyplex. Puji Tuhan. Mulai dari "bekas" sesajen Bapak mertua, ketupat opor buatan ibu mertua, nasi ayam geprek buatan budhe, juga bakso buatan bulik di Gunung Kidul (yang semuanya featuring cabe burung) bisa tenang dinikmati tanpa drama sakit perut sama sekali. Perut kenyang, hati pun senang.




Di atas semua itu, saya sangat menikmati momen kebersamaan dalam lebaran. Bisa bersilaturahmi dan lebih mengenal keluarga baru dari pihak suami, juga mengikuti tradisi yang sebelumnya tidak pernah dilakukan sungguh merupakan pengalaman yang sangat berkesan. Saking berkesan dan menikmati setiap momennya, sibuk ngobrol dan berinteraksi dalam kehangatan keluarga besar, saya malah baru sadar kalau kami tidak punya banyak dokumentasi. Agak menyesal juga sih tidak banyak foto-foto.

Satu dari sedikit dokumentasi yang tersisa : saya, kakak ipar, dan Bapak mertua berkunjung ke rumah Budhe

Ah, sudahlah. Biar jadi alasan untuk mengulang lebaran di tahun selanjutnya dan selanjutnya dan selanjutnya lagi. Kira-kira bakal seasyik apa ya? Kalau kalian, bagaimana cerita lebarannya?

Salam ya dari Jogja yang istimewa Seistimewa kalian yang berkenan meninggalkan jejak di tulisan ini ☺️☺️☺️


***





3 komentar:

  1. Jadi penasaran juga suasana lebaran di Jawa (Yogya khususnya) dan icipin makanan yang disajikan walaupun kebanyakan manis yak hahaha.

    Nah sebagai pecinta pedas, penasaran sama derajat kepedasan cabe burung itu. Walau degdegan bakalan bikin perut gak nyaman, tapi ya kan ada enzyplex. Amanlaaah.

    BalasHapus
  2. Iya kemarin sibuk banget makan dan silaturahmi sampai nggak kepikiran foto bareng 😭 Padahal lebaran-lebaran sebelumnya aku rutin foto, setelah bertumbuh jadi anak lanang yang lebih baik komunikasinya.

    Aku baru memahami dunia percabean juga setelah menikah. Di Bandung, cabe rawit hijau kecil itu disebut "cengek". Mulai sekarang perlu nih kita stok new Enzyplex dan bawa ke mana-mana, biar makan apa pun tetap tenang.

    BalasHapus
  3. Aku pernah lebaran di Jogja malah ga ada tuh ketupat opor gitu, habis sholat Ied lsg nyerbu warung soto. Beeeugh asli rebutan banget di sana. Tapi emang sih soal perut kudu siap-siap biar nggak kaget ketemu makanan macam-macam.

    BalasHapus

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...