Menu

Untukmu, yang Susah Move On dari Mantan yang Gay


move on dari mantan gay

Tadinya, saya berpikir cuma saya lho cewek yang pernah diremukkan hatinya oleh cowok gay. Ternyata salah besar. Seiring waktu, roda takdir mempertemukan saya dengan sejumlah perempuan lain yang bernasib serupa.

Terakhir, seorang teman, sebut saja Mawar, malah udah tunangan dan bersiap menikah lho. Sebelum akhirnya si cowok memilih mundur. Meninggalkan Mawar dengan hati yang sama remuknya dengan hati saya kira-kira sejuta tahun lalu.

Well, tulisan ini khusus saya buat untuk Mawar, juga Mawar-Mawar lain yang mungkin juga lagi berjuang untuk move on dari lelaki terbaik yang pernah ada itu …
________________________________

Dia berbeda dengan semua pria yang pernah hadir di hidup kita. Pria tampan dan manis, perhatian, selalu ada untukmu, atau pendengar yang baik plus teman ngobrol asyik mungkin tidak terlalu sulit dicari. Namun satu hal lain dia miliki dan nyaris mustahil ditemukan di grup lelaki-straight : Peka.

Orang lain mungkin tidak akan mengerti, betapa asyiknya dingertiin saat monster PMS menyerang. Atau saat cuma pengen nangis atau marah sepuasnya tanpa harus ditanyain “kenapa?” atau “aku harus gimana?” (yang seringnya cuma malah bikin kita makin terpuruk).

Kita sulit mendeskripsikan. Tapi perasaan “safe and warm” yang selalu ada setiap kali di dekat dia itu beneran nyata. Sebagai cewek, kita ngerasa disayang dan dihormati yang bener-bener, tanpa pernah sedikitpun ngerasa khawatir bakal dilecehkan atau takut diminta ngelakuin hal-hal yang sebenernya nggak kita inginkan …

Cuma hal ini yang bisa kita terjemahkan : dia cowok baik dan sempurna.

Bahkan setelah semua topeng itu terbuka dan kita kemudian tahu kebenaran yang menghancurkan hati itu … kita nggak akan pernah sampai hati membenci dia. Sesakit apa pun … seluka apa pun … kita malah cuma berakhir pengen memeluk dia. Kita pengen menentramkan dia seperti dia sudah melakukan hal yang sama ke kita selama ini.

Namun keadaan dengan cepat memburuk. Kita jadi frustrasi. Berusaha menjauh dan kalap pengen ngelupain semuanya dengan instan. Lalu terjebak dengan siklus cari-pengganti-secepatnya demi bisa move on dan mengakhiri rasa sakit.

Dan kita sama-sama tahu. Semuanya cuma berakhir gagal. Kita makin tenggelam dalam frustrasi. Belum lagi kalau ditambah sikap dia yang bertahan (seolah) nggak-mau-ngelepasin-kita, padahal jelas-jelas udah nggak ada masa depan. Karena udah terlanjur ngerasa saling ngerti 100%.

Kamu, yang lagi ngerasain hal kaya gini. Yang lelah dengan semua ini. Yang rindu membebaskan hatimu dari belenggu masa lalu… saya pernah menggumulkan hal yang sama lho. Bukan setahun dua tahun … nyaris sewindu.

Kalau air matanya dikumpulin, mungkin udah jadi satu kolam renang 😅 Lebih dari itu, saya lebih menyesal dengan nasib cowok-cowok baik yang terpaksa jadi pelampiasan rasa frustrasi saya. Yang nggak pernah benar-benar saya cintai, tapi terlanjur dipacari dengan harapan bisa membantu saya ngelupain dia.

Tapi Puji Tuhan, akhirnya saya benar-benar bisa move on. 100%. Berikut upaya yang saya lakukan sampai akhirnya bisa lepas… (well, karena ini pengalaman pribadi, tidak menjamin bakal sukses diterapkan ke semua orang juga sih. Tapi semoga bisa menginspirasi).


1. Stop berusaha membenci

Tidak ada gunanya. Cewek cenderung lebih gampang ingat yang manis-manis ketimbang “kejahatan” dia. Jadi udah … biarin aja. Akui saja kalau dia emang cowok terbaik … and best boyfriend ever. Mau ketemu cowok manapun, bakal tetep kalah kok sama dia. Terima, kalau emang kita memang tidak akan pernah nemu cowok yang bakal se-perfect dia jadi pacar.

Kita tidak salah kok mencintai dia. Dia memang berkualitas untuk dicintai.

2. Ubah Mindset

Dia memang pacar terbaik, tapi akankah jadi suami terbaik pula?
Yok, ajak dirimu memikirkan hal ini. Dia memang cowok terbaik untuk dijadikan pacar, karena semua yang kita butuhkan dalam hubungan pacaran dia udah sediakan semuanya. Perhatian, kasih sayang, penerimaan, kesediaan waktu-tenaga-pikiran-uang, kepekaan … dan dia melakukannya dengan sempurna (nyaris mustahil disaingi pacar-pacar kita setelahnya).

Cuma satu yang tidak bisa dia kasih, sexual things. Dan faktanya memang kita tidak (atau belum) butuh itu saat pacaran. Makanya kita tidak merasa kurang. Kita malah seneng karena hati dan otak kita udah di-set, di mana lagi nemu cowok baek-baek begini?

Tapi begitu kita berpikir ke jenjang berikutnya : pernikahan (ayolah, masa mau terus pacaran doang sampai Jan Ethes jadi presiden?), pikiran seperti itu sudah tidak akan relevan lagi. Nikah butuh sex, cuuyy!!!

Kalau si dia biseksual, ya masih ada harapan buat dinafkahi batin. Tapi kalau dia pure gay gimana coba?

Yakin betah tidak disentuh? Bahkan kalau dia dengan alasan tertentu (pengen berketurunan atau apa) tetep bisa nyentuh kamu, siapa yang menjamin sosok siapa yang dia bayangkan di otaknya pas lagi berhubungan seksual denganmu?

Atau yang lebih parah lagi, kalau ternyata dia balik ke “habitat”nya setelah menikah (dan ini banyak kejadian lho). Lebih dari itu, apakah kamu beneran yakin pengen dia untuk jadi sosok ayah dari anak-anakmu?

Kalau diri saya yang paling jujur sih jelas jawabannya tidak. Makanya saya sounding ke diri sendiri : “Dia pacar terbaik, tapi bukan suami yang baik. Aku pengen hubby,  bukan sekadar pacar …”

3. Putuskan Kontak

Klise.
Tapi ini wajib. Tanpa putus kontak, seluruh dunia akan selalu mengingatkan kamu sama dia. Tidak peduli sejauh apapun kamu pergi.

Stop keinginan menghubungi atau caper ke dia dalam bentuk apapun. Stop ketergantungan kita akan sosoknya.

Bayangkan dia itu narkoba. Iya, dia bikin kita tenang dan damai … tapi itu cuma ilusi. Kita dirusaknya pelan-pelan ...dari dalam. Kita bahkan sanggup berpikir kalau kita tidak akan pernah bahagia lagi tanpa sosoknya.

Butuh 2 tahun full untuk saya tanpa komunikasi sampai akhirnya benar-benar lepas. Yang terberat jelas di awal … efek “sakaw”-nya itu lho. Percaya tidak, saya sampai harus ke psikiater 😹

Lha selama ini tiap ada masalah sebesar apa, cukup dengar satu dua patah kata dari dia udah langsung ok lagi. Tapi tanpa dia semuanya harus dihadapi sendiri.

Tidak terhitung godaan untuk mulai membalas chat dia. Tapi ditahan-tahan. Saya bahkan bikin aturan tegas ke diri saya, kalau sampai saya ngebales pesan dia ...atau mulai buka obrolan atau curhat ….harus langsung diblokir.

Eh, ternyata saya cukup tangguh juga. Sampai lewat 2 tahun masih belum diblokir juga ternyata … cuma unfol doang.

4. Libatkan Tuhan

Ini harusnya ditaro di nomor 1 sih. Bukannya memang cuma Dia yang berkuasa membolak-balikkan hati?

Saya percaya, kebebasan saya dari belenggu ini nggak lepas dari campur tangan Tuhan. Tanpa pertolongan dari-Nya, mungkin saya masih bakal terus ngarep dan baper tak berkesudahan.

Setiap kali saya “sakaw”, saya doa, nangis ke Tuhan. Saya bawa semua sakit, kecewa, penyesalan, frustrasi ...semuanya itu ke Tuhan. Saya juga mohon ke Tuhan untuk pulihkan hati saya.

Jika di awal-awal saya bertindak sendiri dengan grasa-grusu “nyari ganti”, belakangan sudah nggak. Saya bahkan mohon banget ke Tuhan untuk tidak dipertemukan dulu dengan jodoh sampai benar-benar move on. Hurt people will hurt people.

Saya percaya, cuma hati yang sudah pulih dan sehat yang pantas buat lelaki yang tepat.

Sambil nunggu saat terbaik dari Tuhan, saya pilih sibuk meng-upgrade diri. Benar kok, banyak hal yang bisa kita lakukan ketimbang menangisi dia.

Hidup ini indah, tapi seringkali terhalang sama air mata. Ketika air mata itu akhirnya menyusut, saya baru benar-benar bisa melihat, kalau bener-bener ada seseorang yang jauh lebih baik dari dia di segala aspek.

Saya sudah lumayan lama mengenalnya, tapi semacam baru sadar belakangan ini setelah benar-benar move on. Well, saya belum bisa cerita banyak. Masih menanti lampu hijau dari Tuhan … sementara ya tetap upgrade diri dulu 😹

Nah. Saya yakin, nanti kalian juga pasti menemukan seseorang itu. Sekarang yang penting, move on dulu yuk!

Bebaskan dirimu!

Nb.

Buat Mawar, stay strong girl!
Peluk yang banyak dari sini ...

Jangan menyerah. Kamu berhak bahagia!

2 komentar:

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...