Tulisan ini menjadi Headline di Kompasiana.
***
Sebelum ini, saya tidak pernah tahu Mozart punya kakak perempuan. Namanya Maria Anna Mozart atau yang lebih dikenal dengan nama kecilnya : Nannerl.
Saya tahu Nannerl dari sebuah channel Youtube Twoset Violin. Dalam salah satu episodenya, duo violinist yang hobi
membuat konten lelucon ini memparodikan para komposer ternama seandainya masih hidup di era modern.
Di sini dua cowok Twoset Violin secara tidak langsung memberi tahu saya kalau Mozart ternyata punya saudara perempuan.
Di sini dua cowok Twoset Violin secara tidak langsung memberi tahu saya kalau Mozart ternyata punya saudara perempuan.
Nannerl lahir di Salzburg, Austria pada 30 Juli
1751 dan 4,5 tahun lebih tua dari adiknya, Wolfgang Amadeus Mozart. Dilansir dari
theguardian.com, sepasang kakak beradik ini dikenal sebagai bocah ajaib. Sejak
masih kanak-kanak, kemampuan bermusik mereka sering “dipamerkan” ayahnya,
Leopold Mozart dalam sejumlah tour ke banyak tempat seperti Munich, Vienna,
Paris, London, Jerman, hingga Swiss.
![]() |
Potret keluarga Mozart • theguardian.com |
Kemampuan Amadeus Mozart jelas sudah tidak
diragukan lagi, namun siapa menyangka jika bocah jenius ini semula terinspirasi
oleh kakaknya. Pada usia 3 tahun, Mozart mulai tertarik belajar musik karena
memperhatikan ayahnya mengajari Nannerl alat musik harpsichord (cikal bakal
piano).
Sebagai orang awam di dunia musik dan hanya
menyukai beberapa piece klasik terkenal, nama Nannerl seperti sihir. Saya penasaran dengan perempuan ini. Bukan sebagai kakak-nya
Mozart, namun sebagai pribadi Nannerl sendiri.
Bakat Nannerl mengalir dari sang ayah yang juga
seorang komponis sekaligus violinist terkenal pada masanya. Gadis ini begitu
mencintai musik yang sudah dipelajarinya sejak usia 8 tahun. Dia dikenal
sebagai pemain harpsichord dan fortepianist andal. Bersama adiknya, Mozart,
Nannerl telah memukau banyak orang dari berbagai tempat.
Sayang, karir bermusik Nannerl harus terhenti di
usia 18 tahun. Ayahnya melarang gadis itu bepergian dan mengasah bakatnya lagi
karena sudah memasuki usia wajib menikah. Mulai tahun 1769, Nannerl tak lagi
bermusik ke tempat-tempat yang jauh, namun tinggal di rumah saja di Salzburg
bersama ibunya.
Nannerl tipikal gadis penurut dan baik-baik. Dia
selalu tunduk pada keinginan ayahnya, termasuk soal pasangan hidup. Nannerl
semula mencintai seorang kapten dan guru privat bernama Franz d’lppold, namun
tak mendapat restu. Ayahnya memaksa gadis itu menolak lamaran. Hal ini sempat
membuat adiknya meradang. Mozart ingin kakaknya berjuang membela keinginannya
sendiri.
Namun
toh Nannerl tetap menikah dengan pria lain. Seorang hakim duda 5 anak bernama
Johann Baptist Franz von Berchtold zu Sonnenburg. Selain anak bawaan dari
suaminya, Nannerl kemudian punya 3 anak lagi dari rahimnya sendiri : Leopold
Alois Pantaleon, Jeanette, dan Maria Babate.
Meski punya kehidupan rumah tangga yang luar
biasa normal, Nannerl tak serta merta melupakan bakat alamnya. Dari surat-surat
yang dikirim Mozart untuk Nannerl, adiknya itu memuji beberapa komposisi musik
yang ditulis Nannerl. Hal ini menunjukkan, perempuan ini sebetulnya tak pernah
menyerah untuk berkarya. Sayang, tak satu pun komposisi buah karya Nannerl yang
terselamatkan.
Kisah Nannerl membuat sedikit banyak menjawab
pertanyaan saya, mengapa nama komposer klasik perempuan tak pernah terdengar
gaungnya. Bukan tidak ada, bukan tidak mampu yang jelas. Mereka hilang dan
tenggelam oleh diskriminasi gender untuk kemudian dilupakan begitu saja oleh sejarah.
Perempuan, sejak dulu hanya diperlakukan
sebagai warga negara kelas dua. Ah, kasihan Nannerl. Dia hidup di era yang salah. Andai dia hidup di masa kini, dia sepertinya bukan
sekadar jadi manusia bayangan di channel youtube adiknya. Mungkin musiknya
dipakai dalam film-film fenomenal atau bahkan mencetak rekor di grammy awards.
Mungkin.
Nyatanya, Nannerl sudah meninggal hampir 200
tahun yang lalu. Dan selamanya dia hanya akan dikenang sebagai Nannerl, la
Soueur de Mozart.
***
Setelah menulis ini, saya jadi tidak sabar menonton film Amadeus yang direkomendasikan Kak Yayan a.k.a Om Nduut . Adakah yang sudah nonton film peraih Oscar ini?
aku memng ga bakat bermain musik. tp bisa menikmati alunan melodinya, termasuk yg klasik. jadi wanita di zaman dulu sama aja nasibnya seperti wanita lain di banyak negara yaaa. terkungkung, ga bisa membuktikan kalo mereka mampu dan sederajat dengan pria nya. Jadi penasaran banget dengan karya2 nannerl. dan sepertinya aku bakal nonton filmnya mas :D. yakin bagus sih ini
BalasHapusBeruntunglah kita hidup di era sekarang ya, Mbak.
HapusSelamat hari perempuan internasional ... Terima kasih sudah singgah 🙂