Menu



Yuhuuu, buat yang ngikutin sosmed saya pasti udah tahu kalau saat ini saya tengah mempersiapkan pernikahan. Rencananya tahun ini dan tinggal hitungan bulan lagi. Nah, salah satu persiapan yang saya lakukan sebagai calon manten adalah getol merawat kesehatan kulit biar kinclong! 


Scarlett bodycare




Jadi saya kan tomboy ya. Aslinya tuh maleeess banget buat skin-care-an macem-macem. Tapi namanya buat momen spesial sekali seumur hidup, harus ikhlas dong berjuang dari jauh-jauh hari demi penampilan paripurna.

Di tulisan kali ini, saya akan cerita-cerita dikit sekaligus review rangkaian produk body care yang lagi saya pakai sekarang dari SCARLETT.


Rangkaian body care SCARLETT



So, ada 3 produk yang udah saya pakai dari berapa bulan lalu, yakni :


Body Scrub varian Romansa


Shower Scrub varian Pomegranate


Body Lotion varian Freshy.

Awalnya lihat review-an temen blogger, terus tertarik nyoba dan akhirnya DM instagram @scarlett_whitening buat order. Adminnya fast response dan nyampe-nya pun cepet cuy.

Yang bikin seneng itu, packaging-nya rapi banget jadi produk yang 3 botol itu sampai dengan selamat. Nggak tumpah atau rembes sama sekali karena pake bubble wrap. Kaya ginian tuh sepele, tapi nggak semua seller aware lho. Saya udah beberapa kali order produk lain di e-commerce isinya meluber kemana-mana karena nggak dikasih bubble wrap.

Soal harga, standar banget lah buat saya. Rp 75 k untuk masing-masing. Bisa juga beli paketan langsung seharga Rp 300 k dan udah dapat 5 produk bonus exclusive box dan free gift.

Selain lewat IG kaya saya, bisa order dengan cara lain juga lewat WhatsApp 0877-0035-3000, LINE @scarlett_whitening, atau di Shopee (Scarlett_whitening). Pilih aja mana enaknya. Pasti dilayanin semuanya kok.

___

REVIEW SCARLETT BODY CARE

Body Scrub

Scarlett body scrub




Ini body scrub pertama yang bikin saya betah di kamar mandi lama-lama. Wanginya lembut dan enak banget lho. Pas banget dengan suasana hati saya yang lagi berbunga-bunga.

Awalnya sempat ragu karena buliran scrub kan biasanya kasar dan bisa bikin kulit luka. Tapi SCARLETT enggak. Butirannya halus dan langsung berasa efeknya setelah dibilas. Kulit-kulit mati dan segala jenis daki langsung terangkat dan berasa banget sensasi halusnya.

Cara pakainya udah dijelaskan di kemasan. Tinggal balurkan di sekujur tubuh, usap-usap, biarkan selama 2-3 menit baru kemudian dibilas. Pakainya cukup 2-3 kali seminggu.




Shower Scrub

Scarlett Shower Scrub



Waktu lihat botolnya jujur agak kurang tertarik ya. Karena mohon maaf, jadi kaya sabun-sabun yang saya bikin sendiri buat praktik kewirausahaan jaman sekolah dulu 😂

Tapi itulah ya, kata orang don't judge a book by it's cover. Karena setelah dicoba tuh enak banget. Teksturnya lembut dengan ada butiran scrub halus (lebih halus dari yang body scrub). Dan ini bisa memaksimalkan saat membersihkan tubuh.


Selain wangi buah pomegrante yang segar, yang bikin saya suka dengan shower scrub ini busanya banyak. Udahlah bersih dapet, sensasi freshnya awet juga. Kalau habis keluar dari kamar mandi tuh wanginya terus menguar kemana-mana.


Body Lotion

Scarlett body lotion



Nah, ini nih yang paling saya butuhkan. Jadi kulit saya tuh SUPER KERING yang bisa sampai bergaris-garis putih gitu kalau digaruk. Jadi emang butuh body lotion yang nggak cuma sekadar lotion, tapi benar-benar yang bisa membantu melembabkan dan menutrisi kulit.

Lotion scarlett ini sangat mudah meresap dan nggak lengket. Dengan design botol yang serupa dengan shower scrub-nya tapi much better karena ada fitur lock-umlock-nya, plus wangi yang nggak lebay bikin saya suka rutin makenya.

Dulu pas awal-awal make masih suka kelihatan baret putih pas nge-garuk, sekarang dengan pemakaian SCARLETT lotion udah enggak dong. Bye kulit kering dan bersisik-nya Ara… welcome kulit lembab, kenyal, mulus, dan kinclong 😍




SCARLETT dan Animal Lovers

Scarlett dan anabul




Sebagai emak kucing kampung dan penyayang binatang, daya tarik utama produk SCARLETT ini buat saya adalah klaimnya yang tidak melakukan uji coba pada binatang. Hal ini mungkin terkesan nggak penting ya, tapi hati saya tuh selalu nyess dan emosi kalau dengar ada produk yang menguji-cobakan segala sesuatunya pada binatang. Hey, binatang juga makhluk Tuhan kan ya… jangan diperlakukan sewenang-wenang dong.

Bersyukur banget SCARLETT aware sama masalah ini. Dan terbukti, SCARLETT bisa juga bikin produk kece dan berkualitas tanpa berlaku seenaknya sama binatang.

Selain itu, Body Scrub, Shower Scrub, dan Body Lotion dari Scarlett ini juga mengandung GLUTATHIONE dan vitamin E yang bisa mencerahkan, melembabkan, dan menutrisi kulit. Produknya juga halal dan sudah terdaftar di BPOM, jadi nggak perlu khawatir sama keamanannya.




Calon Manten dan Perawatan Tubuh

Calon manten : Ara dan Nugi




Calon manten atau orang yang akan menikah seperti saya memang perlu perawatan khusus. Selain menggunakan rangkaian produk body care seperti SCARLETT yang saya gunakan di atas, ada beberapa hal lain juga yang saya lakukan, di antaranya :



Tidur cukup dan teratur

Sebaik apapun produk skin care yang digunakan, jika pola hidup tidak sehat (banyak begadang misalnya) maka tidak akan mendapat hasil yang diharapkan.


Olahraga Rutin

Olahraga bisa meningkatkan fungsi dan regenerasi sel-sel dalam tubuh. Di mana sel-sel baru dalam tubuh akan memengaruhi kesehatan kulit, jantung, dan otak. Saya yang mageran ini tidak terlalu kuat olahraga berat, namun saya menyempatkan diri senam atau jalan kaki setidaknya 30 menit setiap hari.

Atur pola makan

Hindari gula, minyak, dan lemak berlebihan, serta banyak minum air putih. Bukan hanya efektif membuat badan lebih bugar, namun juga bonus berat badan yang stabil tanpa harus diet ekstrem.

Kurangi Make Up Berat

Mengurangi make up berat untuk sementara waktu agar kulit bisa beristirahat serta bernapas lega tanpa ada sumbatan dari bedak, foundation, atau loose powder. Sebagai gantinya, fokus saja pada skincare. Dengan ini, kulit akan menyerap oksigen lebih banyak dan tampak lebih segar di hari pernikahan.



*


Sekian dulu postingan kali ini, buat yang kebetulan membaca, mohon doa-nya untuk kelancaran pernikahan saya dan mas tunangan ya, gengs.


Salam dari Tepian Musi.
2



Ketika dihadapkan pada dua lelaki yang sama-sama berarti dalam hidup, di mana yang satu sudah jadi mantan, dan yang satu penjamin masa depan… Harus bagaimana? 


Antara Mantan dan Masa Depan



17 Desember 2020


Saya beruntung. Itu tanggal terakhir berlakunya rapid test untuk naik pesawat. Besoknya, tanggal 18 sudah diberlakukan aturan baru yang wajib pakai swab antigen itu. Fiuh, selamat. Hasil rapid saya yang diambil 2 hari sebelumnya di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II itu tidak sia-sia. Bandung, i'm coming ~~

Pertama kalinya naik Batik Air, saya mendarat di Soeta dengan selamat. Meski sempat kesal bukan main dengan penumpang di kursi tepat di depan saya karena (ternyata) dia membuang kulit kuaci sembarangan di sepanjang perjalanan. 


berasa pesawat punya emaknya

Makin badmood karena bandara masih sama ramainya. Seperti tidak sedang pandemi saja. Segigih apapun upaya saya untuk menerapkan protokol kesehatan, tetap adaaaa saja yang nempel-nempel. Langsung dah diri ini merasa kotor dan penuh noda 🥺🥺🥺

Saya makan siang di AW terminal 2. Sebetulnya sih tidak (terlalu) suka AW. Cuma sengaja biar bisa pamer fotonya ke Omnduut 😂😂😂 Secara Kak Yayan ini udah ngidam bener sama AW bandara Soetta. 

Setelah makan, saya bergegas mencari angkutan selanjutnya yang akan membawa saya menginjak Bumi Parahiyangan. Pilihannya dua : Travel atau Bus. 

Ketika saya kebingungan memilih dua hal ini, tepat di depan saya ada seorang cowok yang auranya ramah dan (sepertinya) bisa ditanyai. Dengan pasang tampang sangat kebingungan a la first traveller (eh, tapi emang iya sih, ini pertama kalinya saya ke Bandung) , si Aa yang kemudian saya tahu namanya Imran ini dengan sabar menjelaskan rute-rute bus dan plus minus naik travel. 

Membaca tulisan Nugi di sini, saya berkesimpulan betapa lelaki itu suka SOK TAHU banget ya dengan apa yang ada di pikiran ceweknya. Baiklah, saya merasa perlu klarifikasi tentang kenapa akhirnya saya memutuskan naik bus bersama Aa Imran ketimbang travel yang jadi rekomendasi dia. 

Di blognya Nugi bilang alasannya uang. Selisih ongkosnya yang cuma beberapa puluh ribu saja itu memang menjadi salah satu pertimbangan. Tapi sungguh bukan SATU-SATU-nya alasan saya milih naik bus. Kalau memang cuma masalah uang, ngapain pusing? Saya udah punya ATM pribadi ini kok 😂😂

So, pertama… Sebagai orang yang baru pertama kali menuju Bandung, saya yakin di sepanjang jalan akan banyak hal yang bikin saya kepo. Saya pengen ada yang ditanya. Saya pengen ada temen ngobrol. 

Bayangkan, di travel yang penumpangnya terbatas itu, pasti akan sangat sulit ngobrol dengan santai dan bebas tanpa mengganggu orang lain. 

Yang kedua, I have condition yang mungkin memang belum sempat Nugi tahu. Jadi, saya ini "semi-claustrophobia". Nggak claustrophobia banget yang sampai bikin kena panic attack gitu, tapi saya benar-benar nggak suka dengan ruangan sempit atau kendaraan kecil yang tertutup. Yah, semacam minubus, taxi, atau mobil pribadi. 

Untuk perjalanan jarak pendek, saya masih bisa atasi. Tapi jika harus naik kendaraan-kendaraan ini dalam jangka waktu yang lama, saya bisa sangat gelisah dan super tidak nyaman (Dan biasanya terus memicu saya untuk mabok karena kekurangan oksigen). 



Saya suka kendaraan besar. Kereta api, pesawat, bus, atau bahkan belakang truk terbuka. Yang masih memungkinkan saya untuk berdiri atau berjalan di dalamnya. Bisa juga kendaraan kecil, namun tidak bikin saya merasa "dikurung" seperti sepeda motor atau mobil-mobil jeep yang tanpa atap dan pintu itu. (Makanya, tbh saya kecewa saat tahu motor Nugi ga bisa dipakai dan ke mana-mana malah nge-gocar. Padahal udah ngebayangin motoran keliling Bandung). 

Lanjut, ketiga, punya teman baru di perjalanan itu menyenangkan. Terlebih Aa Imron ini asyik banget diajak ngobrol. Baek pula mau bantuin bawa barang-barang saya yang bejibun. (Makasih banget ya Aa, kalau baca ini salam buat anak dan istri ya). 

Kalau lihat sawah rapi, artinya sudah di Pulau Jawa

Intinya, saya sama sekali tidak menyesali pilihan saya naik bus. Karena kalau saya naik travel, saya nggak bisa menikmati panorama di sepanjang tol dari sudut lebih tinggi. 

Drama Penjemputan

Saya memang sudah menangkap gelagat kejengkelan Nugi karena saya "ngeyel" naik bus. Plus dia sepertinya nggak suka banget sama Aa Imran yang dinilainya "menjerumuskan" saya. Padahal enggak lho.

Nugi ngabarin kemungkinan kalau dia nggak bisa jemput dan saya disarankan naik taxi online. Huh! Cowok macam apa dia? 

Well, yang Nugi nggak tahu, saya benar-benar nggak pusing tuh kalau memang dia nggak bisa jemput. Wahai Nugi, ketahuilah, di Bandung ini saya punya satu orang lain yang bisa saya andalkan selain kamu. Mas mantan! 

Mas mantan yang dari saya boarding sudah berisik mengawal perjalanan saya. Memastikan saya menghitung barang bawaan dengan benar. Mengingatkan saya makan tepat waktu plus printilan lainnya seperti tolak angin dan obat anti mabuk agar stamina saya tetap terjaga sampai tiba di Bandung. 

"Jemput Ara oy," bunyi chat saya tanpa basa-basi. 

"Lho, Nugi kemana?"

"Masih kerja nggak bisa jemput… "

"Aku mau aja lho jemput, tapi kan nggak enak sama Nugi."

"Ish. Jahaaattt…"

Mas mantan mencium bau marabahaya kalau saya sudah mulai ngambek, akhirnya menenangkan dengan bilang dia yang akan menjemput jika (dan hanya jika) Nugi betul-betul tidak bisa. 

Nah. Beres. Saya bisa kembali melanjutkan ber-oh dan wah ria dengan pemandangan di sepanjang tol. Di beberapa titik, proyek kereta cepat tampak masih dikerjakan. 

Dan syukurlah, di detik terakhir Nugi ngabarin bilang bisa jemput. Pffftt, perhatian juga ternyata dia meski sempat bikin saya menunggu lumayan lama karena dia bilang ingin makan dulu. Ini juga sempat bikin saya heran, Nugi kok ya jahat banget makan sendiri padahal saya juga udah kelaparan karena ketika bus tiba di pool, hari sudah jelang magrib. Mana dingin pula karena Bandung baru diguyur hujan. 

Tapi ya sudahlah. Better begitu karena Nugi kalau sudah (ke)lapar(an) atau sakaw cafeine itu asli super menyebalkan. Raut wajahnya bakal kaya ketiak saya : asem! Sungguh bikin pengen nabok saking nggak enaknya dilihat. Jadi biarlah dia makan dulu agar bertemu saya pertama kali dalam kondisi good mood


Hae, LDR Fighter

Dan… ketika akhirnya bisa lihat Nugi lagi untuk pertama kalinya setelah 9 bulan, asli sempat kaget. Nugi jadi montok banget gitu 😂😂 Pengen ngatain dia, tapi terus sadar diri. Lha saya sendiri juga sama nambah bengkaknya kok 😂😂 
Yeahh, kadang definisi cinta adalah bahagia dan menggendut bersama...
Thank God, aroma badan Nugi nggak berubah. Sampai detik ini masih menempati peringkat ke-3 aroma favorit Ara setelah durian dan bau kucing yang sudah tidur lama. 

Umm, sisa cerita malam itu sudah diceritakan Nugi di blognya. Kurang lebih sama. Tbh, saya ingin ini ingin itu banyak sekali sama Nugi di kamar hotel. Apa daya, saya datang bulan hari itu dan cuma bisa guling-guling di kasur menahan kram perut nan menyiksa. 

Yah, mau nggak mau harus disyukuri sih. Tuhan ternyata masih melindungi komitmen pacaran kudus kami dari godaan setan yang mungkin menyelinap di dinginnya Bandung malam hari. Ya. Meski harus dengan jalan penuh penderitaan gini. (Ya Tuhan, prosesi sah di altarnya bisa dipercepat nggak? ) 

Btw, kalau Nugi punya nasi goreng sebagai comfort food, saya adalah tim sate padang. Sayang, setelah makan malam bukannya membaik, saya malah muntah-muntah di toilet. 

Pelajaran nomor satu untuk kalian yang baru pertama kali menginjak Bandung : Jangan. Pernah. Pesan. Sate. Padang. 


Pesanlah cuanki saja. Atau seblak. Atau cilok. 

Mahulana, Ksatria di Balik Lensa


Jumat (18/12) keesokan harinya, saya dibangunkan Nugi dan Mahul pagi-pagi sekali. Kepala saya masih gliyengan sejujurnya. Tapi schedule pemotretan sudah menunggu. (Tsaaaahhhh!!!) 

Memaksakan diri mandi dan dandan tipis pagi-pagi demi menyamarkan wajah pucat, saya siap foto-foto. Sama seperti Nugi, saya juga tidak menyangka Mahul se-total itu. 




Melihat hasil foto-foto "prewedding" kami yang luar biasa, saya tidak berpikir dua kali untuk meminta Mahul untuk memotret acara pemberkatan nikah kami kelak. Tentu kami siap jika harus membayar Mahul secara profesional, lengkap dengan transportasi dan akomodasi full service-nya di Palembang. 










Sayang sekali, Mahul menolak dengan halus. "Saya nggak pernah mau motoin nikahan temen, Teh. Soalnya saya nggak mau lihat yang lain senang-senang, saya sibuk kerja sendiri. Kalaupun saya datang ke Palembang, saya pengennya ikut senang-senang juga bareng tamu yang lain… "


Tidak selamanya orang ke-tiga adalah setan


Hmm. Iya juga sih. Baiklah, Mahul, kami mengerti. Tapi kabari segera kalau berubah pikiran ya, siapa tahu kan… 

Mantan VS Masa Depan

Usai sesi foto yang menyenangkan dan sarapan di hotel, Nugi masih harus lanjut kerja karena belum libur. Saya yang dicuekin, memilih chat mas mantan mengatur janji ketemuan. 

Well, sebetulnya saya belum terlalu siap jumpa mantan setelah pertemuan terakhir kami pada empat atau lima tahun silam. Apa daya, Ibu Ratu menitipkan mandat oleh-oleh yang harus diserahkan. Iyaaa, segitu sayangnya emang emak saya itu sama mas mantan 😂

Kami janjian di KFC Pasar Baru setelah salat jumat. Yang dekat saja. Cukup turun dari hotel. Tempatnya juga sepi dan lumayan nyaman untuk Nugi menemani kami ngobrol sambil kerja. 

Kesan pertama setelah jumpa mantan? 

Ya ampun. Nggak berubah banget dia. Masih sama kurusnya. Cuma terlihat sih makin dewasa (ya iyalah, udah punya anak). 

Kami bertukar kabar terbaru sekaligus mengenang kisah lama. Meng-ghibahkan teman-teman lama kami. Saya juga membereskan "utang" yang menghantui saya bertahun-tahun ini (yang ternyata mas mantan lupa kalau dia pernah memiutangi saya). 

Berkali-kali saya menyelidiki perasaan sendiri. Saya merasa harus membereskan perasaan lama yang mungkin masih tersisa. Bagaimanapun, pria yang sekarang statusnya sudah jadi laki orang ini pernah begitu berarti dalam perjalanan hidup saya. Dia lelaki yang bikin saya sangat sulit move on. 

Saya merasa akan sangat berbahaya untuk lanjut ke jenjang berikutnya bersama Nugi jika saya terus menerus menoleh ke belakang. Kalau memang masih ada rasa yang tertinggal, mending break dulu kan ya? 

Dan saya rasa, saya tahu jawabannya. 

Jadi, sekalipun saya ngobrol berhadapan dengan mas mantan, ekor mata saya selalu mencari-cari keberadaan Nugi (yang sebenernya cuma di sebelah saya persis). Bahkan beberapa kali saat membahas kisah-kisah emosional, saya sampai merasa perlu menggenggam tangan Nugi di bawah meja untuk menenangkan diri. 

Saya sempat dengan kejam membandingkan keduanya dalam hati. Oh, jelas… dilihat dari sisi mana pun, tetap mantan yang menang 😂😂 Mantan jauh lebih sabar, menyenangkan, dan dewasa ketimbang Nugi. 

Nugi aja mengakui kok. Saat perjalanan kembali ke hotel, dia bilang "Si X itu baik dan menyenangkan banget orangnya. Dan sampai sekarang pun kelihatan banget dia sayangnya sama kamu… "

Ya. Sayang mas mantan memang nggak berubah. Dari dulu dia begitu. Tapi ya sudah. "Cuma" sayang. Sebatas sayang. Nggak lebih. Dan nggak pernah lebih. 

Bukan cinta. Apalagi hasrat seorang lelaki ke perempuan. Jauhh... 

Dari dulu mas mantan memang begitu. Saya-nya yang terlalu GR. Saya terlalu bodoh sebagai cewek, karena belum bisa membedakan antara sayang dan cinta. Saya tidak tahu bedanya perhatian dan kasih sayang sebagai saudara atau sebatas sahabat, dengan keinginan dan hasrat untuk menjadi teman hidup hingga usai usia. 

Ah, itu dulu. 

Sekarang saya sudah tahu. Setelah melihat sendiri wujud cinta itu. Ada di Nugi. Terlihat jelas. Karena cowok itu yang akhirnya menunjukkan pada saya bahwa ada perbedaan amat besar antara cinta dan sekadar sayang. 

Nugi selama ini sangat percaya diri jika menyangkut perasaan saya. Bahkan saat memenangkan hati saya setahun lalu, dia dengan songongnya menikung seorang cowok yang sudah 4 tahun dekat dengan saya. 

Namun saat bertemu dengan mantan, untuk pertama kalinya saya melihat kegelisahan dalam diri Nugi. Bukan kecemburuan sih, tapi semacam kepercayaan dirinya selama ini terusik. Dia mungkin tidak sadar hal ini dan mungkin menyangkal jika ditanya langsung. Tapi menurut saya, Nugi cukup ekspresif kok... 

Nugi terlihat sedikit terganggu dengan begitu naturalnya interaksi saya dengan mantan. Saya memang jauh lebih luwes sih di depan mantan ketimbang saat bersama Nugi (Saya bahkan sempat "memalak" mantan, dan seketika dapat Rp 50 ribu yang menurutnya sudah cukup untuk jajan es duren di Bandung. Dengan orang lain mana berani saya begitu 😂😂). 

"Aku yakin ini cuma soal waktu. X peka dan memahami kamu karena dia udah kenal lama sama kamu. Aku cuma kalah start masuk di hidupmu, " kata Nugi menghibur diri. 

Saya senyum-senyum sendiri lihat ekspresi Nugi saat ngomong itu. Sebagai pacar yang baik, saya merasa perlu menenangkan Nugi. Meyakinkan dia kalau saya sungguh sudah berdamai dengan masa lalu. Yang sudah biarlah berlalu dengan kesudahannya. 


Kalau boleh saya analogikan, mas mantan itu seperti pohon rindang di tepi jalan. Rimbun nan teduh di tengah terik dan padatnya lalu lintas kehidupan. Dia mampu menimbulkan rasa nyaman dalam diri dan bikin saya selalu ingin kembali meski hanya sekadar memetik buahnya barang dua atau tiga buah. Buah bernama ketulusan persahabatan dan persaudaraan yang nyata serta nggak lekang oleh waktu di tengah begitu banyaknya senyum palsu di dunia ini. 

Sementara Nugi adalah rumah. Yang mungkin belum selesai dibangun, atau masih butuh renovasi di sana-sini. Tidak (atau belum) terlalu nyaman karena masih banyak "perabotan" yang harus dilengkapi. Masih ada banyak proses yang harus dilalui. Tapi di rumah inilah saya tahu saya akan bisa tidur dengan nyenyak. Ada ketenangan dan kenyamanan aneh meski hujan badai topan berlangsung di luar sana. Nugi adalah rumah tempat saya bisa merasa pulang. 

Wahai Nugi, Mas mas Jogja kesayanganku ..., kalau kamu baca ini (dan aku yakin kamu akan baca ini) ... Tenang ya. Selagi kita terus pupuk dan rawat cinta ini, aku jamin nggak ada satu mantan pun yang bisa merampas hatiku darimu. Seperti katamu, kita ini adalah pasangan yang telah mengalahkan dunia dan hantu masa lalu. 

Kuharap, selamanya begitu. 


Akhir kata, 

Terima kasih, Bandung… 

Untuk membereskan segalanya. 


To be continued ~











10

 

Semua Bisa Berubah Maju - Melly Goeslaw



Belakangan ini di timeline sosial media bersileweran video-video lypsinc lagunya Teh Melly Goeslaw yang baru dengan judul Semua Bisa Berubah Maju. Tapi ternyata susah euy nyari liriknya. Padahal enak ini lagunya buat sekadar gerakin badan. 


Nah, buat yang nyari lirik lagu Semua Bisa Berubah Maju, ini aku tuliskan buat kalian. Kalau misalnya nanti ada yang sekiranya salah, tolong dikoreksi di kolom komentar ya... 😘



SEMUA BISA BERUBAH MAJU 

Melly Goeslaw


Bergerak terus bergerak

Nyalakan api semangat 

Kita buat semesta dan bumi pertiwi senang


Serentak kita melangkah

Demi masa depan yang cerah 

Lakukan perubahan , berubah untuk maju


Bersama jalin semangat

Bersama kita pantang menyerah

Mewujudkan harapan yang baru

Demi Indonesiaku

Semua bisa berubah maju



0



Saat ini seharusnya saya sedang menghitung hari untuk rencana perjalanan ke Jogja bertemu calon mertua. Tapi apa daya, si coro yang bikin merana itu bukannya mereda, malah kian merajalela.

Alhasil saya jadi punya alasan untuk uring-uringan. Masalahnya, jadi belum tahu pasti kapan bisa jumpa lagi Mas tersayang. Ya ampun, kenapa sih saya harus terkurung di Palembang?


Tuh kan.

Badmood lagi.


Sudahlah. Kawan-kapan saja dilanjutkan postingan ini. Kalau sudah baekan.




1

"Denganmu, aku merasa memiliki arti... "
( Nugisuke, 2020)


Ragi Story | kucingdomestik.com



Suatu hari di bulan Februari, sebuah buku mendarat di kosanku... Bukunya seukuran buku gambar. Lumayan tebal mengingat halamannya sedikit saja. Tak heran, kualitas kertasnya benar-benar bagus.

Saat kubaca, begini isinya :

Ragi Story : page 1


Aku tak pernah menyangka bagaimana dunia maya menjadi awal mula pertemuan dan kisah kita.

"Mas Nugie, ini Araaaa

Aku nggak install messenger lagi.
Aku lihat nomormu di info kontak FB,"

Begitu sapamu di 2 Oktober 2019.

Awal mula kita menjalin cerita
memupuk cerita
tumbuhkan asa...

Sejak hari itu, kita pun terlibat dalam obrolan tiada henti.

Dari sekadar obrolan ringan sambil menyesap kopi,
hingga perbincangan di telfon hingga larut malam hari



Ragi Story : page 2
Sejak itu, hubungan kita makin dekat
Meski kita terpisah tempat, namun kamu bagai memelukku erat

Hey, aku bahagia dengan hadirmu
Aku suka dengan tawamu
Suaramu adalah melodi bagiku

Aku tak lagi pemuda kesepian yang setiap malam sendirian berkawan gawai. 
Aku memilikimu, gadis berkacamata yang mampu melihat menembus benteng pertahananku. 

Denganmu, aku merasa disukai
Aku merasa disayangi
Aku merasa memiliki arti... 


Ragi Story : page 3


Sabtu, 18 Januari 2020, kita akhirnya bertemu. 
Di stasiun LRT itu, kau menjemputku 
Kau menyambutmu dengan sebuah senyuman, lalu pelukan yang rasanya enggan kulepaskan

Bersama kita berkendara menyusuri jalanan kota Palembang yang keras. 

Ragumu terkulai di atas bahuku, 
tanganmu terangkul mesra melingkari perutku

Tak disengaja kita melintas di atas Musi, 

melalui jembatan Ampera pulang-pergi
Pagi itu sungguh menghangatkan hati

Ragi Story : page 4
Terima kasih untuk segala kecemasan yang kaulemparkan untukku. Aku tahu, itu adalah caramu menyayangiku. 

Aku selalu tersenyum geli tiap teringat malam itu di Hotel Feodora

Nafasku sesak. Kau berusaha menenangkanku, namun justru berakhir aku yang menenangkanmu... 

Atau saat kita di -----  (maaf, disensor ya. Biar bagian ini kusimpan untukku sendiri :p) 



Ragi Story : page 5

Aku tahu, aku tak sempurna untukmu
Hari-hari kita pun bukanlah bebas konflik. 
Kadang aku merusak suasana hatimu atau membuat emosimu memercik. 

But hey, bukankah itu yang membuat cerita kita lebih berwarna? 

Perjalanan kita semakin berkesan? 

Yakinlah, semua amarah dan masalah ada untuk semakin membentuk kita, 

menguatkan jalinan hubungan kita. 

I won't leave you for that... 



Ragi Story : page 6
Jadi, mari kita terus berjalan melanjutkan perjuangan. 
Mengalahkan setiap hambatan menuju pelaminan. 

Ingatlah, tiap kali kau ingin menyerah, ada mas mas Jogja yang tak pernah melepaskan harapan untuk kita. 


Yang bisa kau buat tersenyum, 

yang bisa kau buat merasa berharga, 
Yang bisa kau buat merasa disayangi



Ara, gadisku, 

kamu itu berharga
Kamu itu istimewa
Kamu itu tiada duanya... 


Ragi Story


***



Saya nggak tahu harus bilang apa pada penulisnya, yang bukan hanya menulis dan menggambarnya sendiri... tapi juga repot menjilidnya jadi buku karena dia tahu ceweknya ini sungguh tergila-gila pada buku.

Berterima kasih rasanya terlalu klise dan nggak sebanding sama kerja kerasnya.

Tapi lewat postingan blog ini,
saya mau bilang...

Dia bukan cuma berhasil membuat buku terindah untuk saya miliki, tapi dia juga berhasil membuat saya merasa teramat dicintai.

Belum pernah ada seorang pun yang berbuat demikian sama saya.


Hey, Mas.
Justru kamulah yang membuatku merasa memiliki arti, tahu?


10


"Saat hidup tak berjalan seperti yang diinginkan, selalu ada rancangan Tuhan yang mengatasi segala kebaikan..."  Arako, 2020.



Sarjana Sastra




2008, 

Gadis 17 tahun itu membeku. Dia bisu sediam patung Buddha, tak tahu harus bagaimana kala melihat sosok lelaki yang paling dihormatinya itu berurai air mata. Ayahnya menangis. Di sini, di kamarnya. Tempat si gadis mengurung diri setelah hampir 2 bulan lamanya. 

"Maafkan papa, nggak bisa menguliahkanmu... "

Lelaki paruh baya itu berucap. Berulang-ulang. Penuh penyesalan. Si gadis tahu, hati ayah telah sama hancurnya. Si gadis yang sudah diterima di jurusan ilmu komunikasi sebuah PTN tanpa tes itu harus benar-benar mengubur mimpinya dulu tentang dunia kampus. 

Hanya otak labil remajanya masih tak habis pikir, bagaimana mungkin belum sampai 2 tahun lalu ayahnya sanggup membelikannya motor matic keluaran baru untuk dibawanya sekolah, juga ponsel N6600 yang harganya masih Rp 4 juta..., tapi HANYA menyediakan uang Rp 1 juta untuk syarat daftar ulang saja tidak sanggup. 

Bercandaan macam apa ini? Sungguh nggak ada lucu-lucunya. 

Tapi satu hal yang pasti, air mata itu jelas bukan bercandaan. Si gadis tahu, perangai keras ayahnya tidak pernah mengizinkan dia menangis. Namun lihatlah beliau sekarang... Menangis dan menangis. Hanya kata maaf yang keluar di sela isaknya.

Si gadis terpekur. Dia bisa apa? Memang salah siapa sih kalau keluarganya bangkrut? Kalaupun tahu siapa yang salah, tidak akan pernah mengubah keadaan saat itu. Memangnya dia mau diam di kamar terus seumur hidup? 

Wahai putri bungsu nan manja, bangun! Terjagalah! Buka matamu lebar-lebar. Kamarmu ini bahkan sebentar lagi juga bukan milikmu lagi. Rumah ini sudah dijual, ingat? Hanya tinggal menghitung hari untuk mengepak barang-barangnya. 

Si gadis mengusap air matanya. Memegang tangan ayahnya yang dulu begitu sering menabok dirinya yang masih kecil karena memang bandel dan nakal luar biasa. 

Ditatapnya mata ayahnya dalam-dalam... 

"Pa. Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi? Yang sudah ya sudah. Nggak bisa diapa-apain lagi. Aku sekarang mau nangis darah juga tetep nggak bisa kuliah ya itu fakta... harus diterima. Tapi aku nggak mau nyerah sama mimpiku. Papa tenang saja, aku bakal tetap kuliah suatu saat nanti. Tolong doakan saja, saat aku beneran bisa kuliah nanti... aku akan pakai uangku sendiri. Aku janji... "

Hari itu, dengan usapan lembut sang ayah di puncak kepalanya, si gadis berhenti dari aksinya mengurung diri. Dia mulai menyiapkan berkas lamaran kerja. Tidak lupa menulikan diri dari semua kabar teman-teman sekolahnya yang sibuk dengan dunia mahasiswa baru. 

Ya. Hidup kadang memang sebrengsek itu. Tapi menunda mimpi bukanlah akhir dari segalanya... 


2012,


Gadis yang sama tapi 4 tahun lebih tua itu sedang menangis di telepon. Di ujung sana, seorang sahabat cowoknya berusaha menenangkan. 

"Kapan memangnya terakhir bayar semesteran?"

"Tinggal besok... Dan gajian masih lama..."

"Ah, besok. Masih lama itu... Kamu tenang dulu lah... Masih bisa kita usaha---"

"BESOK KOK LAMA. SEBENTAR ITU! KALAU BESOK GA DAPAT UANGNYA GIMANA KULIAHKU, MAS???"

"Hey, hey... Lama atau sebentar itu tergantung kamu pake buat apa waktunya. 24 jam itu mungkin sebentar buatmu sekarang, tapi itu lama lho kalau kamu pakai -- berdoa, misalnya. Jadi... Sekarang, aku mohon kamu tenang dulu. Terserah gimana caranya. Doa yang bener-bener. Yakini satu hal, kamu masih tetap bisa bayar semesteranmu... "

Beberapa minggu kemudian, 
Si gadis yang semringah habis gajian menemui sang sahabat. Mengulurkan setumpuk lembaran uang merah yang masih wangi dan mulus. 

"Nih, utangku bayar semesteran kemaren. Plus lebihan buat bayar denda cicilan motormu. Bilang maaf juga ke ibu kosmu karena telat bayar..."

"Nggak usah, " tolak si sahabat tak terduga. 

"Lho? Kok nggak usah? Aku bilangnya minjem lho kemaren, bukan minta... "

"Iya. Tapi sekarang kamu pegang aja uangnya. Sebulan ini kamu gimana mau liputan kalau gajimu habis buat bayar utang...."

"Lho..., kok?"

"Kamu cuma harus janji satu hal sama aku..."

"Hmm?"

"Selesaikan kuliahmu. Apapun yang terjadi, kamu harus lulus. Aku akan anggap lunas utangmu begitu kamu udah sarjana nanti. Okay? "

"Tapi..."

"Aku nggak butuh tapi, aku butuh janji..."

"Umm... Okay... Aku janji sama mas... "

"Janji apa?"

"Janji selesaikan kuliah dan jadi sarjana... "

Hidup masih tetap sama brengseknya. Tapi selalu saja ada orang baik yang hadir untuk menghangatkan hati dan menjamin senyum. 

***


Tapi pada kenyataannya, perjalanan untuk lulus kuliah rupanya nggak pernah semudah itu, Maemunah! 

Iya. Gadis di cerita itu saya sendiri. Di masa lalu. Meski sudah diniatkan untuk lulus kuliah secepatnya (karena sudah merasa sangat ketinggalan), nyatanya dunia kuliah saya sama brengseknya. 

Mencoba kuliah Ilmu Komunikasi sembari bekerja, ternyata gagal. 3 kampus berbeda saya jalani dan nggak satupun yang selesai. Masalah utamanya bukan lagi biaya, memang (Puji Tuhan kerjaan waktu itu memungkinkan saya punya tabungan yang lebih dari cukup buat kuliah), tapi manajemen waktu. 

Belakangan baru tahu itu erat kaitannya dengan saya yang ternyata punya otak ADHD. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. 

Namun janji yang sama pada dua orang berbeda bertahun lalu itu benar-benar terasa seperti utang besar yang harus dilunasi. Saya terbeban. Saya tertekan. Tapi sekaligus juga jadi pemicu untuk nggak menyerah sama mimpi. 


Tahun 2015 saya pindah dari Bengkulu ke Palembang. Karena bingung tidak ada kesibukan, saya memutuskan kuliah lagi. Awalnya masih tetap ngotot ingin Ilmu Komunikasi, sungguh saya masih penasaran sama jurusan ini. Tapi Ibu Ratu menyarankan ambil sastra saja. Saya butuh sesuatu yang baru. 

Ya sudah sih. Tidak ada salahnya mencoba. Sastra juga sepertinya tidak buruk-buruk amat. Terlebih, ingin juga punya gelar yang sama dengan sahabat yang memiutangi saya itu. Dia lulusan sastra arab sebuah universitas Islam di Bandung. 

(Eh, belakangan baru tahu kalau gelar saya dan dia akhirnya berbeda. FYI buat yang mungkin belum tahu, lulusan sastra bisa berakhir jadi S.S  atau S.Hum, tergantung pada fakultas mana prodi sastra tersebut bernaung. Kalau fakultas sastra, gelarnya jadi S.S. Kalau fakultas ilmu sosial budaya seperti sahabat saya itu, jadinya S.Hum). 

Semester genap 2015, saya mulai kuliah. Sastra Inggris di Universitas Terbuka Palembang.  
Long story short, akhir 2019 selesai juga. Meski target cumlaude gagal dengan sukses karena pakai drama kecelakaan hebat yang bikin cedera kepala dan terpaksa cuti. Belum lagi perkara mental illness yang sungguh menghabiskan energi. 

Akhir minggu lalu, saya di-japri Ce Ria, teman seangkatan yang lulus duluan karena dia nggak pakai cuti. Disuruh ngecek daftar lulusan periode ini yang baru diumumkan website kampus. 

Di antara nyaris 1000 nama lintas prodi, nama saya ada. 

Heny Niagara

Yang sekarang nambah S.S di belakangnya. 

Mix feeling banget ini. Kaya yang..., ada sedikit malu dan minder karena teman-teman seangkatan wisudanya udah S2 atau malah ada yang S3. Tapi juga seneng dan bangga, meski jelas euforia berbeda dengan kalau misalnya saya kuliah "normal". Senang dan bangga, haru juga mungkin ... bukan sama gelarnya, tapi lebih ke ingat semua proses dan perjalanan panjang melewatinya. Wow, Ara, kamu hebat! 

Ah, iya. Juga tentang sebuah utang janji pada dua lelaki itu yang akhirnya lunas sudah. 

Satu-satunya penyesalan mungkin ya cuma karena papa yang nggak bisa mendengar langsung kabar gembira ini. Sedih, andai bisa lulus lebih cepat, papa masih bisa mendengar saya yang berterima kasih langsung. Bahwa berkat doa dan restunya jugalah saya benar-benar bisa selesaikan kuliah pakai uang sendiri. 

Tapi ya sudah lah, sekali lagi saya mau bilang : Hidup memang sebrengsek itu. Pffftt, sudah kebal ini kaya'nya. 

"Pa, terima kasih untuk semuanya. Juga maaf, untuk segalanya. Satu yang pasti sekarang, Anak gadismu ini betul-betul bukan si bungsu manja yang dulu lagi, kan?"


Dan terima kasih juga, untuk Mas Cep, sahabat terbaik yang pernah dan akan selalu saya miliki. Dukungannya yang ga pernah habis, doa-doa paling tulusnya... bahkan sampai sekarang ketika hidup kami sudah nggak sama lagi. 

Sebetulnya, saya nggak tahu sih dia masih ingat soal utang-piutang itu apa nggak. Habis dia itu tipe orang yang mudah lupa hal-hal sepele (Iya, duit buat dia benar-benar termasuk hal sepele di masa itu. Kami bukan cuma terbiasa saling ngutang, tapi juga biasa foya-foya menghabiskan gaji bersama 😂 seperti berburu durian sampai mabok atau khilaf di gramedia) 

Tapi saya  jelas nggak akan lupa. Meski nominalnya persisnya saya sudah nggak ingat lagi. Pfffttt... Dasar. Tapi kisaran Rp 2 juta sih, kalau tidak salah. 

"Ndunk..., kalau kau baco ini, lunas utang ambo yo...!!! "

8 tahun sudah saya menanggung beban utang pada sahabat saya ini, akhirnya terbebas juga. Legaaaaa... luar biasa. Kalau bukan berkat pertolongan Tuhan dan orang-orang terkasih, mungkin ya nggak bakal selesai juga. 

***

Dari sebuah catatan harian tidak penting ini, saya merasa perlu berbagi beberapa hal sama siapapun yang mau baca :

1. Sama sekali bukan kiamat kalau fase hidupmu berbeda dari mayoritas orang kebanyakan. Saat terlambat atau pun terlalu cepat saat menjalani satu fase kehidupan, kadang malah membuatmu semakin "kaya"  dan "berwarna" 

2. Nggak ada kata terlambat untuk pendidikan. Belajar, mencari ilmu itu baru berakhir nanti kalau sudah di Liang lahat. 

3. Hidup itu brengsek. Tapi Tuhan selalu baik 😊



Salam dari Tepian Musi. 

Kado wisuda dari Ossas buat Mommy :
Anakan Kadal



Nb. 
Berhubung lagi 
gempar corona ini, Mommy Ossas 
nggak tahu bakal wisuda apa nggak. Jadi yang mau ngasih kado, bisa langsung japri saja ya 😂😂

Btw, Mommy Ossas lagi 
nggak sabar nunggu 
Ibu Ratu membayar nazar. Hahaha... Sejuta tahun lalu, 
beliau sempat 
bernazar bakal 
bla bla bla bla 
kalau semua
 anaknya sudah sarjana. 

Apa nazarnya? 
Nanti diupdate kalau sudah ditunaikan. 










.





"




39

Catatan mommy Ossas kencan bareng Nugisuke, owner thetravelearn di Palembang (bagian kedua -- habis)

Part 1-nya di sini


Ara-Nugi, our first date


"Mas, kamu adalah ke-tidak-pahamanku tentang semesta yang kupelajari dalam doa." (Arako, 2020)


Hotel Feodora, Kamar 307
Feodora Airport Hotel Palembang (pic : booking.com)

Saya memang kurang olahraga. Naik tangga ke lantai tiga saja sudah bikin saya megap-megap. Sampai di kamar yang lampunya remang-remang itu, saya mendadak nge-blank. Bingung ada apa. Lupa tadi kenapa.

Errr, lebih ke awkward juga sih. Baru nyadar kalau kami betul-betul cuma berduaan di dalam kamar. Malam minggu pula. Mau ngapain, Raaaa??? Main ular tangga? Apa monopoli? 

Menghilangkan kegugupan, saya langsung ke kamar mandi yang (sialnya) pintunya ga bisa dikunci. Mau pipis pun terus nggak jadi. Yah, tahu sih mas nggak bakal ngintip juga, tapi tetep saja. Nggak nyaman.

Saya cuma duduk di kloset. Mengatur nafas, sambil mengingat-ingat apa yang bikin saya tadi begitu "semangat 45" ngajak mas ke hotel. Asli, otak mendadak nge-lag di momen nggak tepat tuh nggak enak banget.

Pas keluar, begitu lihat tampang mas. Saya langsung paham. Kaya ada yang langsung nyalain lampu di sela keruwetan dalam kepala. Berbarengan dengan itu, mas bilang …

"Ra, aku kumat bengek …"

ASTAGA! IYAAA, GW TAU LU BENGEK, MAS! ORANG PALING BEGO AJA BAKAL TAHU KALAU LIAT TAMPANG LU SEKARANG. NGACA COBA UDAH KAYA IKAN PATIN DI PASAR NUNGGU DIGETOK!

Meski begitu, nggak sepatah kata pun sanggup keluar dari mulut saya. Saya sibuk mengontrol emosi sendiri. Tenang, Ra... Tenang ... Jangan meledak ...

"Tapi tenang aja. Udah minum obat kok," sambung mas buru-buru. 

TENANG, TENANG DARI HONGKONG?! KALAU LU MATI DI SINI SEKARANG GIMANA, MAS? MAMPUS GW, BISA JADI TERSANGKA PEMBUNUHAN INI… MANA CUMA BERDUAAN DI KAMAR HOTEL LAGI, PAPA BISA MENINGGAL DUA KALI KALAU TAHU ANAK GADISNYA BEGINI ...

Tapi yang keluar dari mulut saya cuma "Te… terus ini gimana ini, Mas? Kita ke rumah sakit?" 

"Nggak, nggak usah. Ntar juga baikan. Tunggu aja… Udah biasa kok ..."

Malam itu saya baru tahu kalau orang sesak nafas itu justru nggak nyaman kalau berbaring. Mereka harus tetap duduk meski sama nggak nyaman-nya. Kami berdua duduk di ujung tempat tidur.

Saya tuh sebenernya berusaha banget untuk menenangkan mas malam itu. Pengen nemenin dia dan pengen bisa bikin dia segera ngerasa baekan. Tapi saya juga nggak tahu harus gimana. Setiap kali ngajak ngobrol, mas jawabnya kaya orang sekarat di sinetron-sinetron itu (ya iyalah, Raaa… namanya orang asthma).

Tapi diem aja juga nggak enak. Bunyi detak jam masih kalah serem sama nafas mas yang "ngiiikk ...ngiiikk…" gitu. Setiap tarikan nafas mas, di kuping saya berasa kaya lonceng penanda kematian. Horor banget asli. Saya benar-benar ketakutan malam itu.

Takut kalau harus kehilangan Mas di meet up perdana kami. Kan nggak lucu.

Perlahan namun pasti, rasa takut kemudian berganti jadi rasa bersalah. Saya flashback momen seharian ini. Andai saya nggak bangunkan mas, dia bisa istirahat lebih lama. Andai saya segera ajak mas pulang begitu tahu ada yang nggak beres bahkan sejak masih di LRT, andai kami tunda dulu ketemuan sama teman (mereka toh orang-orang baik, pasti ngerti kalau janji terpaksa batal), andai saya paksa mas untuk nggak usah bawa motor …

Mas nggak perlu kumat sakit kaya' gini. 

Saya menyesal.

Lalu tanpa bisa dicegah, rasa bersalah pun bergeser ke benci sama diri sendiri. Yang kaya gini lu bilang sayang sama orang, Ra? Yakin lu sanggup berkomitmen seumur hidup? Pppfffttt … hari pertama aja lu udah gagal jagain dia! Mau bilang apa lu sama keluarganya kalau Nugi mati di Palembang? 

Dan … begitulah. Pikiran liar berkecamuk saling kejar di dalam kepala. Saya takut, cemas, dan panik luar biasa. Tapi di sisi lain, saya tahu harus menyembunyikan emosi sekuat tenaga.

Dalam satu kesempatan ngobrol di telepon, mas pernah bilang kalau serangan asthma-nya kumat, dia nggak mau orang di sekitarnya cemas dan khawatir. Itu bakal bikin dia makin nggak nyaman dan makin susah tenang. Makanya, saya nggak mau kelihatan panik atau cemas.

Tapi mas --tentu saja-- bisa lihat kalau ada yang nggak beres sama diri saya. Otak saya benar-benar kacau di dalam saat itu, tapi yang dilihat mas dari luar cuma Ara yang mendadak "freeze" dengan tatapan kosong. Persis kaya orang kesurupan, katanya.

"Ra… hey, Ara… kamu kenapa?" kata mas sambil menggenggam tangan saya lembut. 

Saya berusaha tetap diam, tapi ternyata nggak bisa. Sentuhan tangan mas ke kulit saya ibarat ujung peniti kena balon. Bikin saya nggak bisa nahan diri lagi.

Tangis saya meledak malam itu. Segala kecemasan dan kepanikan langsung tumpah. Saya bahkan sempat nyaris nggak bisa nahan keinginan untuk self harm lagi, even "cuma" jedot-jedotin kepala ke tembok. Ya ampun ... Badan sampai gemetar saking kalutnya.

Saya, yang semula ajak mas ke hotel berniat menenangkan dia, eh, malah berakhir dengan mas yang menenangkan saya. Kacau! 

Asli. Serangan asthma dan anxiety disorder itu sungguh bukan kolaborasi menyenangkan!

Untungnya, insiden malam itu berakhir juga. Setelah entah berapa jam, baik saya dan mas pada akhirnya sama-sama bisa tenang. Saya berhenti menangis, dan nafas mas berangsur normal meski belum sepenuhnya membaik. 

"Duuhh, jeleknya cewekku kalau nangis gini, cup cup cup…udah yaaaa," kata Mas sambil ngusap air mata saya dan ngelus ngelus puncak kepala. Kalau ada yang lihat tingkah dia yang begitu itu, orang-orang pasti mikir kalau umur saya ini baru 4 tahun. 

Meski begitu, saya cuma diam saja. Namanya juga sayang ... (Halah!)

Malam semakin larut, saya mulai bersiap pulang ke kosan. Tapi sebelumnya, saya sempat ajak mas berdoa. Saya peluk dia, dan kami doa bareng.

Begitu kata "Amin" terucap, mas bilang gini sambil senyum-senyum, "Ya ampun. Aku nggak pernah tahu lho pacarku ternyata relijius …"

Saya memutar bola mata. Nggak suka. Dilihat dari sudut mana pun, mana ada sejarahnya si Ara relijius. Fujoshi laknat begini lho.

 Saya tuh …, ajak mas berdoa ya karena cuma itu satu-satunya cara komunikasi ke Tuhan yang saya tahu. Saya cuma pengen berterima kasih. Nggak lebih. Andai … misalnya nih, Tuhan punya FB atau WA mah saya tentunya lebih pilih chat Tuhan begini : 

"TUHAAANNN …  harus banget ya bikin aku nunggu segini lamanya? Tapi nggak papa. Worth it banget tahu. Makasih ya, udah pertemukan aku sama belahan jiwa yang sekarang di sampingku ini. Engkau baik deh, selalu baik meski anakmu yang satu ini bandelnya nggak habis-habis…"



Standar Kegantengan Berbeda

Ganteng versi Mas 😹😹


Keesokan harinya, hari minggu (19/1) pagi, saya balik ke hotel lagi. Mas bangun kesiangan, tentu saja. Nggak papa sih, yang penting dia bisa tidur semalam.

Sampai kamar, mas ternyata belum mandi. Tapi pas saya peluk mas masih enak aja tuh aroma badannya meski ga lagi wangi deodorant, melainkan minyak kayu putih. Nggak lama, dia terus ke kamar mandi.

Kalau di hari sebelumnya saya ngeluh mas lelet banget mandinya, asli … nggak ada apa-apanya itu mah. Pagi itu mas JAUH LEBIH LELET. Kalau kemarin sambil luluran, yang ini bulu keteknya sambil dihitungin satu-satu kali. Habis tu dikepang.

Saya udah nyaris ketiduran di kasur saking bosannya nunggu dia. Tapi nggak sia-sia. Begitu pintu kamar mandi menjeblak terbuka dan wangi sabun menguar di udara, pemandangan indah langsung muncul di depan mata : Punggung fenomenal @nugisuke  versi live action 😹😹 Asli, yang di feed IG dia itu mah nggak ada apa-apanya. 

Lelaki yang memesona dengan punggungnya


"Kumisku udah dicukur nih, Ra…," kata Mas di depan cermin.

Oh, sambil cukuran toh tadi, pantesan lama. Saya diam-diam ngakak penuh kemenangan. Akhirnya, berhasil juga saya menyingkirkan men pride-nya mas plus apalah apalah yang dia sebut ideologi fisik itu.

Jadi gini, Mas itu ngerasa bangga dan ganteng dengan bulu yang tumbuh di sekujur tubuhnya. Kumis tipis di wajah bikin dia ngerasa dewasa dan macho. Saya? Yang dari kecil memuja idol jepang-korena-cina dan tontonannya sekarang BL series Thailand tentu saja nggak sepakat. 

Saya mah nggak butuh cowok sangar nan macho. Lha tipe cowok ideal versi saya itu yang kaya Haoge kok (yang belum tahu, please nggak usah googling). Yah, intinya saya suka cowok syantiek. Kalaupun nggak bisa dapet yang syantiek ya minimal yang manis, imut, cute bikin gemes gitu deh. Bukan yang sangar (sok) macho.

Pffftt, makanya, ketika akhirnya bisa lihat mas tanpa kumis saya puas bukan main. Segera saja saya ikut mendekat ke cermin. Mas yang tadinya lagi pake pelembap, buru-buru menoleh begitu saya tepat di sampingnya. 

Saya jadi bisa ngeliatin wajah dia yang dari awal emang udah imut dengan bulu mata lentik dan alis lucunya itu … belum lagi kalau ngomongin tangannya yang sehalus kulit bayi.

Entah gimana wajah kami terus mendekat satu sama lain kaya ada magnet-nya. Lebih dekat … lebih dekat lagi… sampai hembusan nafasnya berasa hangat di wajah … sampai wangi tubuhnya tercium … Saya bahkan bisa lihat jerawat unyu dan mungil di bawah telinganya ...

"Mas…," ucap saya, setengah mendesah, nyaris berbisik.

"Hmm?" Mas kaya kehilangan kata-kata. 

"Ini kita udah telat lho ke gereja …"

Mas langsung ngakak. "Ya nggak papa telat, ntar kalau ditanya mama, kubilang 'Iya, Ma. Ini tadi telat soalnya Ara nakal di hotel…'"

Tapi dia terus sibuk ngaca lagi. Kembali "dandan" setelah sebelumnya sempat saya interupsi. Cuma saya masih kepikiran bercandaan mas barusan. Kenapa sih ya cewek selalu (di)salah(kan) misal terjadi sesuatu yang iya iya?

Cewek diperkosa katanya pakaian atau kelakuannya menggoda dan mancing-mancing lawan jenis duluan. Lha kelakuan mas yang sengaja keluar kamar mandi topless gitu apa namanya kalau nggak menggoda? Emang cowok doang gitu yang punya nafsu? Cewek nggak boleh horny? 

Tapi misal kemudian beneran terjadi apa-apa, kesimpulan yang ada ya bakal tetep "Ara yang nakal".

Hebat!!! 


Cowok dibonceng Cewek, Why Not? 

Jalan ke dusun Ibu Ratu, kalau musim hujan


Jam 9 lewat kami baru meluncur dari hotel. Kami akan ibadah di gereja di dusun Ibu Ratu di Desa Sungai Rengit Kabupaten Banyuasin. Perjalanan normal 45 menit dari kosan. 

Tapi karena Mas yang bawa Akashi, perjalanan berasa sejuta kali lebih lambat. Berulang kali saya bilang ke mas biar saya yang bawa motornya, mas nolak. Biasalah, cowok. Gengsinya kegedean. Nggak ada cerita cowok dibonceng cewek katanya.

"Ini mas bakal gini terus bawa motornya?" tanya saya yang mulai emosi saking nggak sabarnya.

"Iya, kenapa emang?"

"Mana bisa ibadah kita. Tengah hari ntar baru nyampe."

Entah karena menangkap nada ketus di suara saya, atau ngerasa belum menguasai medan yang didominasi jalan berlumpur khas dusun, atau khawatir terlambat ibadah … mas akhirnya menyerah juga. Dia bolehin saya yang bawa motor. Dan dia nangkring di boncengan.

"Raaaa…. GILA! KAMU NGEBUT BANGET!!!!" Mas sibuk teriak-teriak panik di belakang begitu saya tancap gas. Mana jalanan nggak rata, pasti nggak enak banget. Ya ampun, saya nggak merasa ngebut blass lho padahal.

Mas bilang itu adalah pertama dan terakhir kalinya dia diboncengin saya. Kapok katanya. Nggak mau lagi. Mas juga bilang kalau begitu cara saya bawa motor, di Bandung nggak akan biarin saya bawa motor sendiri. 

Hadeh. Payah!



Kujatuh Cinta Lagi, 'Tuk ke Sekian Kali ...

 Kabar baiknya, kami sampai gereja dengan selamat meski jelas amat terlambat. Yah, at least masih sempat dengerin khotbah. Kami duduk di bangku paling belakang, sepanjang sisa ibadah tangan mas nggak berhenti genggam tangan saya. Mas masih sakit, tangannya benar-benar panas.

Selesai ibadah, gereja memberi kesempatan untuk orang-orang yang baru pertama ibadah pertama kali untuk maju ke mimbar untuk memperkenalkan diri. Jadi Mas maju dong. 

Tahu nggak, dulu saya nggak percaya orang bisa jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. Tapi di detik pertama Mas ngomong di depan seisi gereja, saya kembali jatuh cinta pada lelaki satu ini. 

Jadi, saya tuh berasa melihat Nugi dengan versi berbeda. Nugi yang selama ini saya kenal kan kaya childish, suka cengengesan, rajin bercandaan, tapi pendiam dan kalem bukan main kalau di depan orang yang baru ketemu. Nugi yang di mimbar pegang microfon itu betul-betul semacam punya aura misterius yang kemudian membius semua audience.

Betapa tenang dan meyakinkannya Mas saat bilang dia ke Palembang buat nemuin mama saya. Bahwa dia ingin hubungan kami berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Bahwa dia secara khusus minta didoakan untuk rencana menikah tahun depan. 


Dalam hati pengen teriak lho, "NAH! INI BARU COWOK!!! JANGAN CUMA NGEDEKETIN, MODUS-MODUSIN BERTAHUN-TAHUN TAPI NGGAK NGELAMAR-LAMAR" (Lah, curcol Ra? 😹)

Yah, intinya saya pulang gereja hari itu dengan senyum mengembang. Asli, puas banget ngeliat tampang-tampang speechless orang-orang yang selama ini nggak bosen neror dengan "Mana cowoknya?" atau "Kok nggak nikah-nikah? Awas jadi perawan tua lho…" atau "Nggak usah milih-milih banget lah, nanti malah bablas nggak laku susah lho, Mbak…". Atau yang neror mama dengan "Anaknya Bu Tri males ngerjain kerjaan rumah gitu memang ada laki-laki yang mau?"

WOYY… TUUHHH… TUUHH COWOK GW. CALON LAKI GW. MANIS KAN? KEREN KAANN? DENGER DIA NGOMONG APA TADI? TAHUN DEPAN CUY, TAHUN DEPAANN…

(Weits, santai Ra. Santai. Nggak usah nge-gas… Ingat, balas dendam termanis adalah dengan senyuman. Yang elegan dong ... MUAHAHAHAAHAHAHA…)


Di Istana Ibu Ratu

Yah, di sini mah sebagian besar pembicaraan memang udah jadi urusan calon mantu dan ibu mertua. Saya sibuk pijatin kaki mas saja, berharap dia agak sedikit lebih enakan badannya nanti.

Soal pijat ini, saya dari dulu emang pengen banget bisa. Menurut saya, ini adalah keahlian penting yang seharusnya dimiliki setiap perempuan bersuami. Bahkan jauh lebih penting ketimbang keahlian memasak. Karena percayalah, di zaman kaya sekarang ini, adalah lebih baik suami makan di luar ketimbang pijat di luar. 😹😹😹


Oh iya, Mas juga lulus ujian mengguntingkan kuku lho. Cerita lengkap soal ini sudah pernah saya share di Facebook.

Mmm, sebelum jumpa Mas, ada satu kekhawatiran besar saya yang masih mengganjal. Jadi Mas itu kan punya asthma, saya sempat takut mas nggak bisa dekat-dekat atau piara kucing. Sementara saya, mana bisa hidup tanpa gumpalan bulu itu?

Tapi kekhawatiran saya nggak terbukti. Mas sama sekali nggak batuk atau bersin-bersin. Ossas juga kaya yang langsung akrab gitu sama Mas. Ndusel ndusel manja minta dielus. Aneh, padahal selama ini langsung kabur kalau lihat orang asing. 

Ossas dan ayah baru ...


Hmm …, mungkin Ossas paham. Yang sekali ini bukan orang asing, tapi calon ayah tiri. Lelaki yang akhirnya memenangkan hati mommy-nya tercinta.




Meski begitu, seiring waktu, mood saya memburuk dengan cepat. Mungkin karena sadar kalau nggak bisa lagi berlama-lama sama Mas. Asli, waktu tersisa cuma tinggal beberapa jam saja …

Memikirkan itu bikin saya nggak bisa menahan air mata. Ya. Saya nangis lagi. Di pelukan mas. Nggak mau pisah. Nggak ingin ditinggal.

Ibu Ratu diam saja. 

Tahu anak gadisnya ini aslinya memang cengeng. 


Dan Waktu Tetaplah Mencair ...

Waktu itu seperti kurva. Menanjak lambat sebelum jumpa, namun terjun bebas setelah mas di sini. 2 hari bak sekejap saja. Mas benar-benar sudah waktunya kembali ke Bandung.

Btw, Mas itu plin plan ternyata. Waktu berangkat bilangnya nggak akan pernah mau dibonceng saya lagi. Tapi pas setelah pamitan sama mama, dia bilangnya,

"Udah. Kamu aja yang bawa motornya …"

Haha. Kecanduan dia dibonceng cewek!

Tapi beda dengan berangkat tadi, saat pulang saya bawa motornya sepelan mungkin. Mungkin dengan begitu, waktu bisa sedikit melambat.

Sampai kosan, kami punya waktu sekitar 1,5 jam sebelum mas ke bandara. Saya ajak mas ke kamar yang sepi. Hujan lebat di luar... Memungkinkan kami untuk segera … ena-ena.

Pppfffttt. MANA ADA!!!!

Jadi … gini lho, pemirsah

Sekalipun nafsu tuh ada (ya iyalah, kami kan masih normal cuy!), sekalipun tempat dan suasana mendukung … tapi kalau kita betul-betul sayang sama orang tuh beda tahu. Beda banget!

Ketika rasa sayang mendominasi, rasa menghormati sekaligus rasa ingin menjaga dan melindungi itu muncul juga. Mungkin kedewasaan juga berperan di sini, bahwa masing-masing sudah ngerti apa konsekuensinya kalau misalnya sampai melanggar batas. 

Intinya kalau ke arah sana nggak lah. Kami nggak mau. Cara Tuhan mempertemukan kami sudah begitu indah. Nggak asyik banget kalau misalnya harus dirusak sama kenikmatan sesaat. Biarlah, dari awal kami sudah komitmen mau sabar sampai waktunya tiba. Sampai sah. Well, ini bukan mau sok suci atau gimana … tapi semata percaya kalau buah kesabaran itu nggak akan berkhianat. 

Masih banyak cara lain buat sayang-sayangan tanpa harus kebablasan.

Lagipupa,  boro pengen yang gitu-gituan, mata saya juga udah kaya keran bocor. Bawaannya cuma pengen nangis aja.

Nggak rela, cuma sesingkat ini ternyata waktu yang bisa dinikmati bareng orang yang sudah ditunggu demikian lama. Kami cuma berakhir dengan pelukan lamaaaaaaa banget tanpa banyak kata. Sesekali mas membujuk dan menenangkan kalau isak saya mulai tak terkendali. 

Saya tahu, mas juga nggak rela pisah. Cuma harga diri dia sebagai cowoklah yang menahan dia nggak sesenggukan kaya saya. Momen di kamar kosan saya itu bener-bener yang sering dideskripsikan dalam novel-novel romance : "Nggak perlu ngomong apapun, nggak perlu ngapa-ngapain … Lo ada di sini, di samping gw. Cukup."


Dan waktu tetaplah mencair, sekalipun kau berharap ia membeku selamanya...

Berat sekali rasanya mengantar mas ke bandara sore itu. Nggak banyak lagi momen yang saya ingat kecuali nemenin mas makan di CFC bandara dan sempat selfie beberapa kali untuk terakhir kalinya. Saya terlalu emosional.

Meski begitu …, saya sempat bertanya hal ini, "Mas, tiga kata dong untuk dua hari ini …"

"Aku. Semakin. Yakin."




Air mata saya mengalir lagi senja itu. Tapi bukan lagi air mata kesedihan karena perpisahan, tapi keyakinan dan ketetapan hati untuk memandang hari depan yang penuh harapan.


Aku. Semakin. Yakin

Salam, LDR Fighter!!!! Yoshhhh!!!!

***

Sampai selesai menulis postingan ini,
saya masih nggak ngerti kenapa
orang kaya Mas bisa suka
cewek sinting kaya' saya.
Apa ya? Rasanya terlalu
banyak kekurangan seorang Ara
untuk disandingkan
sama Nugi.
Tapi
satu hal yang pasti,
yang nggak sedikit pun saya ragukan ...
bahwa mas adalah jawaban doa yang sudah demikian lama saya nantikan.

Mommy Ossas mau
say thank you untuk kalian yang sudah mau baca dan ninggalin komentar,
mohon doanya ya kalian semua 😘
semoga #RagiStory bakal terus
berlanjut sampai maut memisahkan.
Amin. Amin. Amin.
19

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...